INDOZONE.ID – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyoroti pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 5 Mei 2025, pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut menyentuh angka -1,47. Kondisi ini perlu menjadi perhatian berbagai pihak agar perekonomian dapat kembali tumbuh positif.
Hal itu disampaikan Mendagri dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2026 Provinsi NTB di Hotel Lombok Raya, Rabu (4/6/2025). Kegiatan ini mengusung tema “Bangkit Bersama Menuju NTB Provinsi Kepulauan yang Makmur Mendunia”.
Ia menyayangkan kondisi perekonomian daerah tersebut.
“NTB yang selama saya tahu tidak pernah minus [pertumbuhan ekonominya],” ujar Mendagri.
Ia menilai, rendahnya pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB disebabkan oleh pengembangan smelter di Pulau Sumbawa yang belum rampung. Selain itu, adanya ketentuan terkait penggunaan konsentrat tambang untuk hilirisasi yang tidak boleh diekspor menunjukkan bahwa perekonomian NTB masih sangat bergantung pada sektor tambang.
“Saya tahu Pak Gubernur sudah bekerja keras untuk menyampaikan agar dilakukan relaksasi smelter,” ujarnya.
Dia menegaskan pentingnya menjaga pertumbuhan ekonomi seluruh daerah. Sebab, capaian pertumbuhan ekonomi nasional merupakan agregat dari kinerja semua daerah. Karena itu, ia akan berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia agar persoalan tersebut dapat segera diatasi.
“Kalau pertumbuhan ekonominya minus, satu, dua, tiga daerah provinsi minus, itu akan membuat angka pertumbuhan nasional menjadi menurun,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Mendagri juga membeberkan kondisi pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi NTB. Ia mengimbau agar kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi rendah dapat meningkatkan kinerjanya.
Mendagri juga mengingatkan pentingnya mengendalikan inflasi sebagai upaya menumbuhkan perekonomian. Pasalnya, inflasi berkaitan dengan kenaikan harga barang dan jasa yang akan memengaruhi beban hidup masyarakat. Ia mengutip salah satu hasil survei yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menganggap isu biaya hidup dan gaji sebagai persoalan paling mendesak, disusul oleh ketersediaan lapangan kerja.
Baca Juga: Demo di Depan RSI NTB, Ini yang Jadi Tuntutan Massa Aksi
“Kalau inflasinya tinggi, harganya mahal, ya rakyat akan teriak. Nyari beras mahal, nyari telur mahal. Ini poin sangat penting, ini menyangkut masalah perut, masalah beban hidup,” jelasnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Puspen Kemendagri