Kategori Berita
Media Network
Sabtu, 03 MEI 2025 • 18:55 WIB

Lebih dari 200 Tewas dalam 243 Serangan Militer Myanmar Pasca Gempa, PBB Kecam Keras

Warga memadamkan api di sebuah bangunan yang hancur akibat serangan bom yang dilakukan oleh militer Myanmar di Kotapraja Thabeikkyin, Wilayah Mandalay, Myanmar Tengah pada 19 April 2025.

INDOZONE.ID - Kekerasan masih terus berlangsung di Myanmar meskipun sebelumnya telah diumumkan gencatan senjata pasca gempa bumi besar yang mengguncang negara tersebut pada akhir Maret lalu.

PBB menyatakan keprihatinannya atas eskalasi kekerasan yang justru semakin parah, termasuk serangan udara yang mematikan terhadap warga sipil.

Menurut laporan terbaru, lebih dari 200 orang tewas dalam serangan militer Myanmar pasca gempa, termasuk 171 serangan udara yang dilancarkan antara 28 Maret hingga 29 April.

Baca Juga: Korban Gempa Myanmar Tidur di Jalanan, Kekurangan Makanan dan Air

Fakta ini memperkuat kekhawatiran bahwa kekerasan militer Myanmar terhadap sipil setelah gempa tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.

Komisaris Tinggi HAM PBB, Volker Turk, menyampaikan bahwa serangan militer Myanmar yang menewaskan 200 orang lebih pasca gempa ini sangat memprihatinkan, terutama karena terjadi di tengah krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.

Ia menyebut bahwa PBB mengecam serangan Myanmar setelah gempa karena tidak hanya melanggar semangat gencatan senjata, tetapi juga memperburuk penderitaan masyarakat yang telah lama hidup dalam ketakutan dan kesulitan.

Baca Juga: 5 Hari Terkubur, Seorang Pria Ditemukan Selamat di Reruntuhan Gempa Myanmar

Konflik yang melibatkan banyak pihak ini bermula dari kudeta militer tahun 2021, dan sejak itu situasi di Myanmar terus memburuk.

Setelah gempa bumi bermagnitudo 7,7 mengguncang negara itu, militer dan pihak oposisi sempat menyepakati penghentian sementara serangan untuk memudahkan penyaluran bantuan. Namun, kenyataannya, kekerasan terus berlangsung.

“Sebagian besar dari 243 serangan terjadi setelah gencatan senjata diumumkan,” jelas Turk. “Ini menunjukkan betapa rapuhnya komitmen terhadap perdamaian dan perlindungan warga sipil.”

Saat ini, hampir 20 juta penduduk Myanmar bergantung pada bantuan kemanusiaan. Turk menegaskan bahwa mereka sangat membutuhkan akses terhadap makanan, air bersih, dan tempat tinggal yang layak. Namun, berita serangan Myanmar setelah gempa bumi ini memperlihatkan bahwa keamanan dan stabilitas masih jauh dari harapan.

“Yang dibutuhkan masyarakat Myanmar saat ini adalah perdamaian, bukan penindasan. Bukan serangan udara, tetapi perlindungan. Bukan kekuatan militer, melainkan pemulihan demokrasi,” ujar Turk tegas.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Nypost.com

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Lebih dari 200 Tewas dalam 243 Serangan Militer Myanmar Pasca Gempa, PBB Kecam Keras

Link berhasil disalin!