Pakistan menutup wilayah udaranya untuk maskapai India. Sementara India, menangguhkan Perjanjian Air Indus 1960 yang selama ini mengatur pembagian air dari Sungai Indus dan anak-anak sungainya.
Bentrok senjata pun kembali pecah di sepanjang perbatasan de facto di Kashmir, setelah empat tahun situasi relatif damai.
Tentara India melaporkan, telah terjadi tembakan senjata ringan dari beberapa pos militer Pakistan, meski tidak ada korban jiwa, beberapa hari lalu. Hingga kini, pihak militer Pakistan belum memberikan pernyataan resmi.
Mohsin Naqvi menegaskan, Pakistan tidak takut menghadapi investigasi independen atas serangan Kashmir.
Ia menilai, langkah ini penting untuk memastikan keadilan ditegakkan berdasarkan fakta, bukan berdasarkan tuduhan sepihak.
Sementara itu, di wilayah Kashmir, pasukan keamanan India terus melakukan pencarian terhadap para tersangka. Mereka bahkan menghancurkan sedikitnya lima rumah, yang diduga milik para militan, termasuk rumah salah satu terduga pelaku serangan terbaru.
Di desa Murram, distrik Pulwama, reruntuhan kaca dan puing-puing berserakan di lokasi bekas rumah Ehsan Ahmed Sheikh, seorang tersangka militan yang menurut warga sudah tidak terlihat selama tiga tahun terakhir.
Keluarga Ehsan memilih bungkam saat diminta keterangan oleh wartawan.
"Tidak ada yang tahu keberadaannya sekarang. Tapi sekarang, keluarganya yang harus menanggung derita karena kehilangan rumah, bukan dia," ungkap Sameer Ahmed, seorang tetangga.
Ketegangan yang terjadi juga berdampak ke sektor bisnis, terutama penerbangan. Maskapai seperti Air India dan IndiGo terpaksa mengubah jalur penerbangan internasional mereka, sehingga biaya bahan bakar melonjak dan waktu perjalanan bertambah.
Pemerintah India mengimbau, maskapai untuk secara aktif menginformasikan perubahan ini kepada para penumpang dan memastikan stok makanan, air, serta perlengkapan medis tersedia untuk perjalanan yang berpotensi lebih panjang.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Channelnewsasia.com