Unpad menegaskan bahwa mereka menjaga kerahasiaan identitas korban, pelaku, dan keluarganya secara ketat.
“Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini dengan tegas, adil, dan transparan, serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga,” ujar Yudi.
Rektor Unpad, Prof. Arief S. Kartasasmita, juga buka suara. Ia menyebut keputusan pemutusan studi sudah sesuai aturan internal.
“Unpad tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran hukum maupun pelanggaran norma yang berlaku,” kata Arief.
Meski proses hukum masih berjalan, pihak kampus menilai sudah cukup alasan untuk menjatuhkan sanksi akademik.
“Ada aturan internal di Unpad yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa, dosen, maupun karyawan, yang melakukan tindakan pidana akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku,” tambahnya.
Kini, PAP tidak lagi memiliki status sebagai mahasiswa dan dilarang mengikuti aktivitas apapun di lingkungan Unpad maupun RSHS.
Selain itu, Unpad menyatakan akan mendampingi korban dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil.
“Kami turut prihatin dan menyampaikan penyesalan mendalam kepada korban dan keluarganya. Semoga kejadian serupa tidak terjadi lagi pada masa mendatang,” ucap Arief.
Ke depan, sistem pengawasan terhadap peserta pendidikan kedokteran akan diperketat. Tak hanya untuk jenjang spesialis, tapi juga program reguler lainnya.
“Kasus ini bukan cuma soal akademik. Ini menyangkut pembinaan dan pengawasan terhadap mahasiswa, apalagi yang berkegiatan di rumah sakit pendidikan,” ujarnya.
Unpad juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, RSHS, dan pihak fakultas untuk memastikan proses hukum ditangani secara menyeluruh.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Antara