Bea Cukai menerapkan prinsip ultimum remedium.
INDOZONE.ID - Untuk mempercepat proses penyelesaian perkara pelanggaran di bidang cukai dan memaksimalkan pemulihan kerugian negara, Bea Cukai menerapkan prinsip ultimum remedium, atau penggunaan hukum pidana Indonesia sebagai sebuah jalan akhir dalam penegakan hukum.
"Dengan prinsip tersebut, penyidikan dapat dihentikan setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda. Penerapan prinsip ultimum remedium atas pelanggaran pidana di bidang cukai bertujuan menciptakan keadilan restoratif (restorative justice) yang lebih objektif," ungkap Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo.
Penerapan prinsip tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023 mengenai Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara didasarkan pada Pasal 64 ayat (9) Undang-Undang No 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Baca Juga: Bea Cukai Tingkatkan Pengawasan Pengangkutan Barang dalam Daerah Pabean
"Aturan ini mengubah pendekatan penegakan hukum di bidang cukai dari pemidanaan badan menjadi lebih mengutamakan pemulihan kerugian keuangan negara. Mengingat Undang-Undang Cukai berfokus pada aspek fiskal, langkah pemulihan keuangan negara lebih diutamakan sebelum penerapan sanksi pidana di bidang cukai, yang seharusnya menjadi alternatif terakhir," lanjutnya.
Berdasarkan aturan di atas, menteri keuangan, jaksa agung, atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam waktu enam bulan sejak tanggal surat permintaan.
Prinsip ultimum remedium dalam pelanggaran pidana di bidang cukai hanya berlaku untuk beberapa tindak pidana tertentu, seperti yang diatur dalam Pasal 50 (pelanggaran perizinan), Pasal 52 (pengeluaran barang kena cukai), Pasal 54 (barang kena cukai tanpa pita cukai), Pasal 56 (barang kena cukai dari tindak pidana), dan Pasal 58 (pelanggaran peredaran pita cukai) UU Cukai s.t.d.d UU HPP.
Penyidikan dihentikan setelah yang bersangkutan membayar sanksi auministratif berupa denda sebesar empat kali dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Dalam hal barang kena cukai seperti rokok, nilai cukai ditentukan dengan mengalikan jumlah batang rokok yang diamankan dengan nilai cukai per batang rokok. Jika tarif cukai tidak dapat ditentukan, maka tarif terendah akan digunakan.
Setelah tersangka menyetujui besaran denda yang harus dibayarkan untuk menghentikan proses penyidikan, penyidik akan menyusun dokumen untuk permohonan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai.
Tersangka membayar denda administratif ke rekening pemerintah yang ditetapkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Setelah pembayaran denda, tersangka menyerahkan surat pengakuan bersalah dan bukti pembayaran.
Dengan pemberian dokumen tersebut, menteri keuangan akan mengeluarkan surat permohonan penghentian penyidikan dalam waktu maksimal lima hari kerja.
Dalam konteks penghentian penyidikan untuk kepentingan penerimaan negara, Jaksa Agung atau pejabat yang menelaah dokumen permohonan penghentian penyidikan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Pers Rilis