Pertentangan ideologi dalam tubuh Sarekat Islam (SI) tampak jelas antara pandangan HOS Tjokroaminoto selaku Ketua Pusat Sarekat Islam (CSI), dan Semaun selaku Ketua SI cabang Semarang.
Tjokroaminoto mendukung sosialisme Islam, yang mendasari pemikiran pada nilai-nilai kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan berdasarkan keimanan kepada Allah SWT.
Menurut Tjokroaminoto, sosialisme Islam berbeda dengan sosialisme Barat karena fokus pada ajaran Islam dalam mencapai kehidupan masyarakat yang harmonis.
Di sisi lain, Semaun menganut sosialisme-komunisme yang menekankan kebebasan masyarakat, terutama untuk kaum buruh. Perbedaan ini memicu perdebatan yang terjadinya pada Kongres Nasional SI tahun 1917 di Jakarta.
Pada kongres tersebut, perdebatan terjadi antara Abdul Muis selaku wakil ketua CSI dan Semaun mengenai Volksraad (Dewan Rakyat) dan Indie Weerbaar (Pertahanan Hindia).
Abdul Muis memandang pembentukan Volksraad dan Indie Weerbaar sebagai ajang untuk memperjuangkan hak rakyat melalui parlementer, namun Semaun menentang ide tersebut karena menganggap kedua lembaga ini hanya akan dikendalikan oleh Belanda.
Semaun juga mengkritik pandangan Tjokroaminoto, yang dianggap kurang mendukung perjuangan kaum buruh secara langsung.
Ia menilai pendekatan Tjokroaminoto yang lebih mendorong sedekah dan zakat bagi kaum pribumi yang mampu, tidak mampu untuk membela kepentingan buruh.
Pertentangan ideologi ini menimbulkan benih perpecahan dalam SI, dengan semakin kuatnya pengaruh sosialisme-komunisme yang didorong oleh Semaun pada tahun 1917.
Kelompok Marxis dalam Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) semakin kuat dengan perubahan nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 23 Mei 1920.
Semaun ditunjuk sebagai PKI dengan Darsono sebagai wakilnya. Pada Kongres Istimewa PKI pada tanggal 24 Desember 1920, Semaun secara terbuka mengkritik Sarekat Islam (SI), menyebut bahwa organisasi tersebut sebenarnya dikendalikan oleh kaum saudagar dan pengusaha industri.
Menurut Semaun, hal ini menyebabkan SI mendukung kapitalisme yang justru merugikan pergerakan rakyat yang diperjuangkan oleh kaum buruh.
Untuk melestarikan dan mengembangkan Islam dalam Sarekat Islam (SI), Agus Salim menerapkan disiplin partai, yang mengharuskan anggota SI memilih hanya satu keanggotaan dan melarang keanggotaan ganda.
Penerapan disiplin ini menyebabkan Semaun dan pengikutnya keluar dari SI. Akibatnya, SI terpecah menjadi SI Putih yang setia kepada HOS Tjokroaminoto dan H. Agus Salim, serta SI Merah yang mengikuti Semaun dan Darsono.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Sejarah Nasional Indonesia Jilid V