Yu Huaying (61). (WeChat/ Pengadilan Rakyat Menengah Guiyang, China)
INDOZONE.ID - Pengadilan Rakyat Menengah Guiyang, China, menjatuhkan hukuman mati pada Yu Huaying (61), seorang wanita yang terbukti bersalah menculik dan memperdagangkan 17 anak di tiga provinsi, antara tahun 1993 hingga 2003.
Pengadilan ulang ini menarik perhatian publik luas setelah seorang korban, yang kini berusia 34 tahun, melaporkan pengalaman pahitnya saat diculik dan diperdagangkan oleh Yu pada tahun 2022.
Pengadilan menemukan Yu bersalah atas penculikan anak dengan menyatakan bahwa "keadaan dan konsekuensi kejahatannya sangat serius sehingga hukuman berat diperlukan."
Meskipun Yu mengakui perbuatannya, pengadilan menegaskan bahwa hal tersebut "tidak cukup untuk meringankan hukuman."
Di China, hukuman mati diberlakukan dalam kasus-kasus yang sangat berat seperti perdagangan narkoba, pembunuhan, dan pemerkosaan.
Baca Juga: Kasus Perdagangan Manusia: Polisi Buru Pelaku Lain di Kasus 50 WNI Dijadikan PSK di Sydney
Selain itu, hukuman mati juga diterapkan pada kasus korupsi dan penyuapan tingkat tinggi.
Ironisnya, anak kandung Yu menjadi korban pertamanya. Menurut media pemerintah, Yu memperdagangkan anaknya sendiri dengan harga 5.000 yuan (sekitar Rp11 juta).
Setelah itu, ia terus menculik anak-anak lain, merenggut mereka dari keluarga masing-masing.
Dalam kurun waktu tersebut, ia bersekongkol dengan dua pria, Wang Jiawen dan Gong Xianliang, yang kemudian dilaporkan telah meninggal dunia.
Kejahatan Yu mengakibatkan perpisahan menyakitkan bagi 12 keluarga. Beberapa keluarga bahkan kehilangan dua anak sekaligus dan mengalami depresi yang mendalam akibat kehilangan ini.
Di antara korban Yu, terdapat seorang wanita bernama Yang Niuhua. Ia menceritakan bahwa dirinya dijual oleh Yu pada tahun 1995 seharga 2.500 yuan (sekitarRp 5,5 juta).
Menurut laporan, Yu dan rekannya menemukan “pembeli” melalui perantara yang membantu menghubungkan mereka dengan calon pembeli.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Channelnewsasia.com