INDOZONE.ID - Para pemimpin Asia Tenggara pada mendesak segera tercapainya kesepakatan mengenai kode etik Laut Cina Selatan yang sejalan dengan hukum internasional.
Mereka juga meminta diakhirinya konflik di Myanmar, serta memulai perundingan perdamaian yang inklusif untuk menghentikan perang saudara di negara tersebut.
Kesepakatan itu merupakan hasil konsensus pertemuan para pemimpin negara ASEAN yang berakhir pada Jumat minggu lalu di Laos.
Pertemuan tingkat tinggi itu dihadiri oleh perwakilan 10 negara anggota ASEAN, serta diplomat dari Amerika Serikat, Rusia, China, Jepang, India, dan Korea Selatan.
Ketegangan di Laut Cina Selatan semakin meningkat, dengan Cina yang mengklaim sebagian besar wilayah tersebut.
Namun China menghadapi perlawanan dari beberapa negara ASEAN, termasuk Filipina dan Vietnam.
Konflik ini meningkatkan potensi eskalasi yang berisiko melibatkan Amerika Serikat, yang terikat perjanjian untuk melindungi Filipina jika terjadi serangan.
Baca Juga: Militer Korsel Sebut Ada GPS di Balon Sampah Kiriman Korut
Laut Cina Selatan, yang merupakan jalur perdagangan penting dengan nilai transaksi mencapai $3 triliun per tahun, menjadi salah satu isu utama dalam pertemuan ASEAN, terutama saat Rusia dan China menolak referensi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, menurut seorang pejabat AS.
ASEAN dalam pernyataannya menyerukan langkah-langkah untuk membangun kepercayaan demi mengurangi ketegangan serta risiko kesalahan perhitungan di Laut Cina Selatan.
Mereka juga menyebutkan kemajuan positif dalam pembahasan kode maritim yang diharapkan dapat menyelesaikan sengketa wilayah.
China dan ASEAN telah menyepakati hal ini pada 2002, namun pembahasan formal baru dimulai pada 2017.
Blok ASEAN berharap kode etik tersebut dapat segera diselesaikan dengan efektif, sesuai hukum internasional termasuk Konvensi PBB, menurut pernyataan tersebut.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Reuters