Kategori Berita
Media Network
Jumat, 08 DESEMBER 2023 • 18:10 WIB

Bali Tolak Rencana Kemenkes Lepas 200 Juta Nyamuk Wolbachia untuk Lawan DBD, Merasa Jadi 'Tikus Percobaan'

Ilustrasi nyamuk

INDOZONE.ID - Rencana pelepasan 200 juta nyamuk Wolbachia di sejumlah wilayah Indonesia untuk memerangi demam berdarah telah memicu kritikan, dan pertentangan dari warga di Bali.

Para kritikus memperingatkan bahwa studi percontohan yang dilakukan di Yogyakarta sebelumnya, tidak cukup kuat untuk membenarkan pelepasan nyamuk hasil dari rekayasa genetika tersebut.

Kami sedang berdiskusi dengan Pemerintah Bali untuk menunda sementara pelepasan (nyamuk pembawa Wolbachia) dan melakukan sosialisasi lebih lanjut kepada masyarakat hingga masyarakat siap,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi pada November 2023 lalu.

Baca Juga: Denmark Bikin RUU Tentang Penistaan Agama Usai Al-Qur’an Kerap Dibakar Sembarangan Oleh Islamophobia

Selain Bali, pelepasan nyamuk Wolbachia juga akan dilakukan di sejumlah daerah lainnya seperti Semarang, Bandung dan Jakarta di Jawa, serta Kupang di Nusa Tenggara Timur.

Program ini melibatkan penyuntikan bakteri Wolbachia ke nyamuk, yang terbukti dapat menghambat pertumbuhan virus seperti demam berdarah, zika, dan demam kuning pada nyamuk. Hal ini mengurangi kemampuan nyamuk untuk menularkan virus ke manusia.

Ketika nyamuk pembawa Wolbachia berkembang biak dengan nyamuk biasa, mereka dimaksudkan untuk menularkan bakteri tersebut, sehingga menciptakan lebih banyak populasi yang terinfeksi Wolbachia dan dengan demikian mengurangi penyebaran penyakit.

Baca Juga: Duh! Napi di Lapas Tangerang Berhasil Kabur, Kini Masih Diburu

Program ini merupakan bagian dari inisiatif bersama antara organisasi non-pemerintah World Mosquito Programme, Monash University di Australia, dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, dan telah diluncurkan di 14 negara, mencakup lebih dari 11 juta orang.

Menurut Pusat Kedokteran Tropis (PKT) Universitas Gadjah Mada, penelitian yang dimulai pada tahun 2011 menemukan “penurunan kasus demam berdarah sebesar 77,1 persen di komunitas yang diobati dengan Wolbachia”.

Namun para kritikus di Indonesia menuduh program ini tidak dipikirkan dengan matang, dengan alasan bahwa penelitian awal di Yogyakarta, yang mensurvei 4.500 orang, tidak diuji pada sampel populasi yang cukup besar atau jumlah nyamuk yang signifikan, hanya karena telah diluncurkan di Kabupaten Sleman dan Bantul.

Baca Juga: Gunung Raung Keluarkan Asap Putih, Masyarakat Diminta Tak Dekati Kawah

Michael Northcott, profesor emeritus etika di Universitas Edinburgh Skotlandia, yang telah tinggal di Yogyakarta dan Bali sejak 2019, mengatakan kepada This Week in Asia bahwa dia sangat prihatin.

Hal ini tidak boleh dilakukan di Bali sampai ada replikasi besar-besaran di Yogyakarta. Pernahkah Anda melihat Jurassic Park? Kehidupan berkembang secara spontan, dan upaya untuk melakukan intervensi biasanya gagal,” kata Northcott.

Kami diberitahu bahwa nyamuk baru ini telah dikembang biakkan pada laboratorium di Australia dan tidak lagi membawa patogen yang membahayakan kesehatan. Tidak ada seorangpun dari kami yang suka jika digigit nyamuk, lalu diberitahukan kepada kami sekarang, bahwa kami harus menjadi tikus percobaan untuk nyamuk Australia ini,” lanjut dia.

Baca Juga: Polda Metro Bantu Usut Kasus 4 Jasad Bocah Berjejer di Jakbar

Ilmuwan Indonesia Richard Claproth, yang tinggal di Bali, mengatakan kepada This Week in Asia bahwa penilaian risiko nasional perlu dilakukan sebelum program ini dilaksanakan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari kemungkinan efek samping program.

Apa yang akan terjadi bila nyamuk tersebut menggigit seseorang, kemudian malah muncul patogen baru? Bisa menimbulkan keresahan sosial dan gugatan class-action,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa salah satu permasalahan yang ada pada penelitian di Yogyakarta adalah keberhasilan program ini tidak serta merta membuat program ini cocok diterapkan di daerah lain.

Baca Juga: Ade Armando Siap Keluar dari PSI, Buntut Persoalan Politik Dinasti

This Week in Asia telah melakukan pendekatan kepada sejumlah masyarakat lokal Bali untuk menanyakan pandangan mereka mengenai program tersebut, namun mereka yang didekati mengatakan bahwa mereka belum pernah mendengarnya atau tidak memahami program tersebut secara cukup rinci untuk memberikan komentar.

Selain masalah etika dan kesehatan, program ini juga dapat menimbulkan sejumlah masalah hukum, menurut pengacara Yulius Benyamin Seran yang berbasis di Bali.

Dari segi hukum jelas bahwa negara berkewajiban melindungi seluruh warga negara Indonesia dari segala potensi ancaman negara lain atau lembaga asing. Jadi negara wajib melakukan uji laboratorium mendalam terhadap nyamuk-nyamuk tersebut dengan melibatkan ahli di bidangnya untuk memastikan nyamuk tersebut benar-benar aman sebelum dilepasliarkan,” ujarnya.

Baca Juga: Viral Video Kader PAN Joget-Joget di Kantor Mendag, Bawaslu: Akan Kami Kaji Ulang!

Menurut saya, pelepasan nyamuk harus dikaji ulang, jangan sampai menimbulkan ancaman baru,” lanjut dia.

Writer: Ananda Fachreza Lubis


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Z Creators

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: This Week In Asia

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Bali Tolak Rencana Kemenkes Lepas 200 Juta Nyamuk Wolbachia untuk Lawan DBD, Merasa Jadi 'Tikus Percobaan'

Link berhasil disalin!