Mabes Polri dijaga ketat oleh pihak kepolisian usai terjadi penyerangan. (Antara)
Aksi teror disebut rekayasa, puteri Almarhum Gus Dur menyesalkan keluarnya narasi tersebut di media sosial.
Koordinator Nasional Jaringan Gus Durian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menyebut itu merupakan bagian dari misinformasi atau penyesatan informasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Apalagi, menurut dia, jika misinformasi itu dilakukan dengan memuat potongan video dari Gus Dur (alm. KH Abdurrahman Wahid).
”Yang disampaikan oleh Gus Dur itu konteksnya sangat berbeda dengan kejadian hari ini. Karena pernyataan itu dibuat pada saat rezim lalu yaitu orde baru, dimana kekuatan angkatan bersenjata saat itu memang cukup besar dan banyak catatan ‘rekayasa’ pada saat itu,” ujar Alissa dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (2/4/2021).
Dia menjelaskan video Gus Dur yang dipotong itu sebetulnya berbicara dalam konteks yang sama sekali berbeda dengan aksi terorisme yang terjadi pada pekan ini.
Melansir Antara, Alissa menyebut bahwa video aslinya itu sebenarnya cukup panjang dan kenapa yang diambil pas yang bagian itu saja.
”Panjang lho itu videonya, kenapa yang diambil hanya yang sepotong itu saja. Jadi menurut saya itu misinformasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu,” tutur Alissa.
Oleh karena itu, jika terkait narasi-narasi rekayasa dan lain-lain, Alissa menyebut bahwa apapun yang dilakukan pemerintah dalam konteks ini (penanggulangan terorisme) pasti akan dituduh sebagai Islamophobia, kemudian ada rekayasa, mau menyudutkan kelompok tertentu dan lainnya.
”Karena masih denial (penyangkalan), masih tidak mau mengakui bahwa memang ada kelompok-kelompok ini yang kita seharusnya juga menolak kehadirannya,” kata wanita yang saat ini menjadi Sekjen Gerakan Suluh Kebangsaan yang diketuai Menko Polhukam Prof Dr Mahfud MD itu.
Lebih lanjut, putri Presiden ke-4 RI, alm KH, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu juga mengutuk keras aksi teror yang belakangan terjadi di Indonesia.
Ia setuju bahwa ada yang menyebut pandangan terorisme adalah bagian dari Islam itu juga harus ditolak, karena Islam tidak direpresentasikan oleh si teroris ini, melainkan terorisme muncul karena ideologi kekerasan yang dia bawa dan terorisme itu tidak hanya ada di satu agama saja.
”Tetapi kita juga tidak bisa mengingkari bahwa teroris di Makassar ini dia tidak beragama Islam. Karena si pelaku ini mengakui dirinya Islam. Tetapi tafsir yang dia lakukan pada ajaran Islam itulah yang salah,” kata peraih Magister Psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
Oleh sebab itu, Alissa berpendapat harus bisa membedakan antara Islam sebagai sebuah agama, dengan terorisme yang menggunakan tafsir yang salah atas nama Islam.
Karena, menurut dia, orang tidak ujug-ujug langsung meledakkan dirinya, melainkan ada proses inkubasinya. Menginternalisasi nilai-nilai baru, terutama yang eksklusif dan ekstrem.
Ini tampak dalam surat wasiat yang ditinggalkan ZA, perempuan yang berusaha melakukan tindak teror di Mabes Polri pada Rabu 31 Maret lalu.
ZA meminta keluarganya untuk menjauhi musuh-musuh agama dan hidup secara eksklusif ‘dalam jalan Tuhan’. ZA menjadi perempuan ke sekian yang terlibat sebagai pelaku aksi terorisme di garis depan.
Fenomena ini semakin menguat beberapa tahun terakhir, mengikuti strategi kelompok-kelompok teror yang mengintensifkan rekrutmen dan kaderisasi perempuan.
”Bahwa di luar agama saya, keyakinan saya dan golongan saya itu adalah musuh. Lalu nanti naik ke penerimaan terhadap tindakan kekerasan, bahwa kekerasan itu boleh. Dan terakhir bahwa tindakan kekerasannya dia ini adalah untuk kepentingan agama. Pemahaman agama seperti itu sungguh sangat keliru sekali,” terang wanita yang juga Dewan Pengawas Wahid Foundation ini.
Rekaman video wawancara Presiden ke-4 Republik Indonesia Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau dikenal Gus Dur kembali viral usai peristiwa bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar.
Adapun unggahan rekaman video wawancara Gus Dur terkait teroris tersebut dimuat oleh kanal YouTube NU Garis Lurus pada 15 November 2019 dengan judul 'Gus Dur: Kemungkinan Yang Buat Bom Teroris Itu Aparat Kita Sendiri'.
Menarik menyimak penjelasan Gus Dur ... pic.twitter.com/hmrr0xJCNA
— Aidul Fitriciada A (@AidulFa) March 28, 2021
Unggahan rekaman video tersebut dibagikan oleh akun Twitter @AidulFa. Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid turut membagikan unggahan rekaman video wawancara Gus Dur terkait teroris tersebut.
Dalam unggahan rekaman video tersebut, Gus Dur menduga pelaku bom bunuh diri di Bali pada 2002 adalah dari aparat.
"Ya, Siapa yang tahu bahwa semua ini ada dalangnya, bisa saja pelakunya aparat kami sendiri. Bukan yang selama ini dianggap sebagai pelakunya, yaitu dari kelompok fundamentalis," tutur Gus Dur.
Menurut Gus Dur, bukti-bukti yang diperoleh justru menggiring pada asumsi bahwa bukti tersebut buatan aparat.
"Bukti yang ada malahan bom itu mirip dengan kepunyaan polisi. Itulah masalahnya. Setiap bom yang ada sampai saat ini selalu milik pemerintah," kata Gus Dur.
Akan tetapi, Gus Dur juga tidak dapat memastikan kebenaran di balik dugaannya tersebut.
"Kita tidak bisa mengetahui kebenarannya, itulah masalahnya," kata Gus Dur.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: