"Statement Gus Fawaid (saat pidato orasi) itu arahnya ke mana? Harus jelas itu, jangan malah meresahkan. Kalau tidak diindahkan oleh Bawaslu maupun kepolisian. Saya mengancam akan melakukan demo (unjuk rasa). Karena sejujurnya masyarakat jadi geram dengan ungkapan Fawait," ujarnya.
"Kalau dia bisu (tidak memberikan klarifikasi), berarti dia merasa salah. Tanyakan itu ke Gus Fawait, apa maksudnya memberikan statement membandingkan santri menjadi penguasa (Kepala Daerah) dengan PKI. Tidak ada (kaitannya) itu," imbuh pria yang mengasuh Ponpes di Karang Timur, Desa Pace, Kecamatan Silo, Jember itu.
Senada, Pengasuh Ponpes Darul Hikmah, KH. Achmad Nasihin merasa kecewa dengan isi pidato atau orasi kampanye yang disampaikan oleh Cabup Paslon 02.
Baca Juga: Pria Paruh Baya Ditemukan Meninggal Mendadak Saat Ngobrol dengan Pengunjung di Pasar Imogiri Bantul
Menurut dia, Gus Fawait, sebagai sosok berlatar belakang santri, dan ulama, harusnya bisa menyampaikan kalimat-kalimat yang baik.
"Salah satu contoh saja, cirinya orang baik itu, satu saja dari dakwahnya, perkataannya harus bagus-bagus, apalagi calon Bupati, karena calon-calon Bupati itu menjadi perhatian utama masyarakatnya. Sehingga caranya menyampaikan kata-kata, berfatwa itu harus ekstra hati-hati," kata pria yang akrab disapa Kiai Nasihin itu.
"Saat menyampaikan sesuatu, dikhawatirkan nanti ada penafsiran yang tidak sama. Maksud yang ngomong itu, A ditafsiri B, ditafsiri C, sehingga harus hati-hati," sambungnya.
Kiai Nasihin menambahkan bahwa suatu ungkapan yang tidak baik, termasuk bentuk caci maki akan mendatangkan mudarat.
"Misal kita senang pada kiai A, lalu kiai A dicaci maki sama orang. Marah saya kok kiai saya dicaci maki, apalagi kiai saya tidak salah. Nah itu harus hati-hati. Bahkan mencaci maki pun, sebenarnya tidak boleh dilakukan, yang lebih marah lagi Allah sebagai penciptanya. Ini ciptaanku kok malah dicaci maki," ujarnya.
Kiai Nasihin menambahkan, Gus Fawait sebagai sosok calon pemimpin, seharusnya memberikan contoh yang baik.
"Ya, harus yang baik dan benar, berkompetisi dengan baik dan benar, berpikir yang jernih, tidak emosi, kemudian berkata-kata yang baik, menyampaikan yang baik, sejuk, yang mendinginkan suasana, sehingga masyarakat simpati," tuturnya.
"Kalau pemimpin itu baik, Insyaallah akan membawa kepada kebaikan. Tidak justru memanaskan. Kalau memanaskan malah masyarakat menjadi, oh ini kok begini calon pemimpin. Tapi kalau sejuk bisa dipilih oleh masyarakat," imbuhnya.
Sementara itu, menurut Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah di Karangharjo, Silo, Jember, KH. Abdul Muqit Arief mengatakan adanya ungkapan soal penyebutan organisasi terlarang saat pidato atau kampanye pilkada harusnya tidak dilakukan.
"Mana (ada) dari dulu Jember (dalam perhelatan) pilkada, ada isu-isu PKI itu. Apalagi calonnya sudah jelas, background-nya, dan biografinya," kata pria yang akrab disapa Kiai Muqit ini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung