Kategori Berita
Media Network
Rabu, 11 SEPTEMBER 2019 • 19:36 WIB

B.J Habibie: Mr. Crack Asal Pare-Pare yang Melegenda di Jerman

BJ Habibie menerangkan soal pesawa CN235 produksi IPTN kepada Menteri Perdagangan dan Industri Finlandia Esko Ollila, Rabu 26 Januari 1983. (Antara Foto/Po2)

Lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1926, Bachruddin Jusuf Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara putra-putri Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti Marini Puspowardojo. 

Ayahnya merupakan ahli pertanian dan memiliki keturunan darah biru atau Pohala'a (kerajaan) dari Gorontalo. Sementara sang ibu merupakan anak dokter spesialis mata di Yogyakarta dan asli Jawa.

Usai menamatkan pendidikannya di SMA Kristen Dago, Habibie melanjutkan studi Keilmuan Teknik Mesin pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (kini Institut Teknologi Bandung - ITB) di tahun 1954. 

Lulus dari sana, Habibie muda melanjutkan kuliah ke Universitas Teknologi Rhein Westfalen (RWTH) Aachen, Jerman Barat. Di tahun 1960, Habibie berhasil menyabet gelar Diploma Ingenieur dan gelar Doktor Ingenieur pada tahun 1965 dengan predikat summa cum laude.

Karir Habibie muda diawali di industri penerbangan Jerman, tepatnya Messerschmitt-Bolkow-Blohm yang berpusat di Hamburg, Jerman. Di tahun 1973, Habibie, memilih untuk kembali ke Indonesia untuk mengabdi di dalam negeri.

(Foto Antara/Po2)

 

Tidak tanggung-tanggung, kembali ke Tanah Air, Habibie dipercaya untuk menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi merangkap Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mulai dari Kabinet Pembangunan II pada tahun 1978, hingga Kabinet Pembangunan V yang berakhir pada tahun 1993.

Di tahun 1993, Habibie kembali dipercata sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kepala BPPT dan Kepala Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) hingga 11 Maret 1998. 

Tak hanya sebagai Menteri, Habibie juga menjabat sejumlah posisi penting. Di antaranya Direktur Utama PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad), Direktur PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), Diretur Utama PT Pelayaran Armada Laut (PAL), hingga ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Puncak karir B.J Habibie diraihnya saat diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia, menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri pasca gerakan reformasi 1998. Habibie langsung diambil sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia, usai Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Negara pada 21 Mei 1998.

(Antara Foto/Puspa Perwitasari)

 

Usai dilantik sebagai Presiden, Habibie bergerak cepat untuk menata kondisi politik, ekonomi dan keamanan di Indonesia. Di bidang ekonomi, Habibie mampu memeroleh dukungan dana dari Dana Moneter Indonesia dan negara-negara donor untuk memulihkan perekonomian Indonesia.

Di bidang politik, euforia reformasi dan kebebasan untuk menyampaikan pendapat, berserikat dan berkumpul 'difasilitasinya' dengan mencabut larangan serikat buruh independen, menertbitkan UU No.2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No.3 Tahun 1999 tentang Pemilu dan UU No.4 Tahun 1999 tentan Susunan Kedudukan DPR/MPR.

Dampaknya, partai politik tumbuh bak jamur di musim cendawan. Tercatat ada 48 partai politik yang diakui pemerintah dan belakangan mengikuti Pemilu 1999. Habibie juga membebaskan sejumlah tahanan politik Orde Baru, di antaranya Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. 

(Foto Antara/Audy MA)

 

Kejamnya dunia politik akhirnya harus dirasakan oleh Habibie. Jatuh-bangun usahanya untuk menata kondisi politik, ekonomi dan keamanan Indonesia, Habibie harus turun dari jabatannya sebagai Presiden ketiga Republik Indonesia.

Keputusannya untuk memberikan kesempatan rakyat Timor-Timur untuk melakukan refendum pada 30 Agutus 1999, berujung pada lepasnya provinsi termuda di Indonesia (saat itu) dan menjadi negara sendiri. Hal ini membuatnya harus menghadapi kenyataan pahit, pidato pertanggung jawabannya sebagai presiden pada tanggal 14 Oktober 1999 dalam Sidang Istimewa MPR RI dinyatakan ditolak. 

Kendati demikian, Habibie sebelumnya berhasil 'menyelenggarakan' Pemilu 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik. Habibie yang memutuskan untuk tidak  mencalonkan diri kembali sebagai presiden, Habibie 'menyerahkan' jabatan Presiden Republik Indonesia kepada Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 20 Oktober 1999.

Sebagai salah satu tokoh penerbangan dalam negeri, Habibie sangat lekat dengan pesawat angkut menengah CN-235, N-250 dan terakhir R-80. Berkat peran dan eksistensinya ini, Habibie pun menyabet sejumlah penghargaan bergengsi.

Di antaranya, Anggota Kehormatan Japanese Academy of Engineering, Anggota Kehormatan Rhe Fellowship of Engineering of United Kingdom, Anggota Kehormatan The National Academy of Engineering (AS), Anggota KehormatanAcademie Nationale deI'air et de I'Espace (Prancis), Anggota Kehormatan The Royal Aeronautical Society (Inggris) dan Anggota Kehormatan The Rotal Swedish Academy of Engineering Science (Swedia).

(Antara Foto/Yudhi Mahatma)

 

Ada juga penghargaan Anggota Kehormatan Gesselschaft Fuer Luft und Raumfarht (Jerman), Anggota Kehormatan American Institute of Aeronautics and Astronautics, Anggota Kehormatan Masyarakat Aeronautika Kerajaan Inggris, Anggota KehormatanLembaga Penerbangan dan Antariksa Jerman dan Anggota Kehormatan Akademi Aeronautika Prancis.

Salah satu sumbangsih terbesar Habibie dalam dunia penerbangan, sehingga diakui oleh industri penerbangan internasional, bahkan menjadi 'legenda' di Jerman adalah, penemuan Teori Habibie atau Crack Progression Theory.

Teori tersebut dipakai untuk memprediksi crack propagation point, atau letak awal retakan pada pesawat, terutama sayap, yang merupakan struktur penyangga, sehingga selalu menahan tekanan, apalagi saat take off (lepas landas), landing (mendarat), dan mengalami turbulensi.

Teori ini dipakai untuk memprediksi crack propagation point atau letak awal retakan pada pesawat, terutama sayap. Temuan ini dilakukan Habibie saat baru berusia 32 tahun. Perhitungan dengan teorinya ini, mampu sangat detail hingga ke tingkat atom. 

Berkat penemuan teori ini, pembuatan struktur pesawat menjadi lebih presisi, setelah sebelumnya sering terjadi kecelakaan penerbangan yang disebabkan retakan pada pesawat, terutama di bagian sayap akibat tekanan saat take off, landing dan turbulensi. Dari sinilah, Habibie mendapat julukan Mr. Crack.

Setelah sempat beberapa kali dirawat di dalam dan luar negeri, B.J Habibie menghembuskan nafas terakhirnya di RSPAD Gatot Subroto pada Rabu (11/9) pukul 18.05 WIB pada usia 83 tahun karena sakit. 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

B.J Habibie: Mr. Crack Asal Pare-Pare yang Melegenda di Jerman

Link berhasil disalin!