Senin, 17 MARET 2025 • 10:20 WIB

Universitas Columbia Beri Hukuman pada Mahasiswa Pendemo Pro-Palestina

Author

Demonstrasi di Hamilton Hall, Columbia University pada musim panas tahun 2024.

INDOZONE.ID - Universitas Columbia memberi hukuman tegas kepada mahasiswanya yang mengikuti demo pro-Palestina pada April 2024 lalu di Hamilton Hall, Gedung Akedemik Universitas Columbia.

Dalam aksi itu, para mahasiswa menuntut diakhirinya dukungan AS terhadap perang Israel di Gaza, serta mendesak universitas agar menarik investasinya dari perusahaan-perusahaan Israel serta beberapa tuntutan lainnya.

Pihak Universitas Columbia menyatakan bahwa mereka telah mengeluarkan, menskors, serta mencabut gelar mahasiswa yang terlibat aksi dan demonstrasi tersebut. 

Sementara untuk jumlah mahasiswa yang dihukum serta identitasnya, dikatakan oleh pihak Columbia bahwa mereka tidak akan mengungkapkannya demi menjaga privasi.

Mahasiswa akan dikenai hukuman berdasarkan tingkat keseriusan perilaku mereka, saat aksi demonstrasi serta pelanggaran yang pernah dilakukan sebelumnya.

Baca Juga: Israel Menunda Pembebasan Tahanan Palestina, Apalagi Alasannya?

Tindakan hukum ini disebut melalui invesitigasi oleh University Judical Board (sidang khusus untuk mahasiswa yang terlibat) dengan cara mendalam selama berbulan-bulan.

"Columbia berkomitmen untuk menegakkan Aturan dan Kebijakan Universitas serta meningkatkan proses disiplin kami," pernyataan resmi Universitas Columbia, Kamis (10/3/2025) melansir Al-Jazeera.

Dikabarkan bahwa Universitas Columbia mengambil langkah hukum ini setelah mendapatkan kabar dari pemerintah AS, bahwa akan ada pemangkasan dana federal bagi institusi pendidikan.

Departemen Pendidikan AS pun disebutkan telah mengirimkan surat ke 60 institusi pada Senin (10/3/2025), serta memberikan informasi bahwa mereka semua tengah dalam masa penyeledikan atas pelecehan dan diskriminasi antisemit serta memperingatkan kemungkinan tindakan hukum jika mereka tidak melindungi mahasiswa Yahudi.

Institusi ternama lainnya seperti Harvard dan Princeton, juga termasuk ke dalam daftar tempat pendidikan yang menerima pemberitahuan tersebut. Sebanyak 60 sekolah ini menerima dana federal dari AS.

Sebelumnya, pada Jumat (7/3/2025), Departemen Pendidikan mengumumkan pemotongan dana sebesar $400 juta atau Rp6 triliun khusus untuk Columbia, dengan alasan 'kegagalan melindungi mahasiswa Yahudi dari pelecehan antisemit'.

Otoritas Columbia minggu ini juga memperingatkan mahasiswa di sekolah jurnalistik universitas tentang aktivitas media sosial mereka, menurut laporan The New York Times.

Mahasiswa non-warga negara AS secara khusus diperingatkan untuk tidak memposting tentang Gaza atau Ukraina.

"Jika Anda memiliki akun media sosial, pastikan tidak dipenuhi dengan komentar tentang Timur Tengah. Tidak ada yang bisa melindungi Anda... ini adalah masa-masa berbahaya," kata dekan sekolah jurnalistik, Jelani Cobb, kepada seluruh mahasiswa Universitas Columbia, Senin (10/3/2025).

Berita tentang hukuman berat bagi mahasiswa pengunjuk rasa ini beredar hanya beberapa hari setelah mantan mahasiswa pascasarjana Columbia, Mahmoud Khalil, ditangkap oleh otoritas imigrasi AS atas permintaan Departemen Luar Negeri AS karena keterlibatannya dalam aksi pro-Palestina.

Khalil, yang merupakan penduduk tetap AS dan menikah dengan warga negara AS, ikut serta dalam demonstrasi hingga kelulusannya pada bulan Desember.

Baca Juga: Galang Dana untuk Palestina, Kemlu Pasang Target Salurkan Bantuan Rp3 Triliun

Deportasi Khalil sementara telah diblokir oleh seorang hakim federal, tetapi ia tetap ditahan di sebuah fasilitas penahanan di negara bagian Louisiana, bagian selatan AS.

Khalil bersama tujuh mahasiswa lainnya dari Columbia dan Barnard College, dikabarkan mengajukan gugatan pada minggu ini di pengadilan federal Manhattan untuk secara permanen mencegah komite Kongres AS mendapatkan catatan mahasiswa dari institusi tersebut.

Sementara itu, terdapat demonstran yang berkumpul untuk mendukung Khalil. Pada Kamis, 13 Maret 2025, puluhan pengunjuk rasa memenuhi lobi Trump Tower di New York dengan membawa spanduk bertuliskan "Free Mahmoud" yang sebelumnya telah ditangkap.

Penulis: Sekar Andini Wibisono Putri

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Reuters, Al Jazeera