INDOZONE.ID - Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali meningkat setelah beredarnya laporan bahwa Iran mempertimbangkan menutup Selat Hormuz, salah satu jalur pelayaran minyak terpenting di dunia.
Merespons hal ini, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio meminta pemerintah China untuk membujuk Iran tak mengeksekusi rencana itu.
Dalam wawancara bersama Fox News, Rubio mengatakan bahwa penutupan Selat Hormuz akan berdampak besar secara global. Menurutnya, langkah itu juga akan menjadi 'bunuh diri ekonomi' bagi Iran.
Namun demikian, Rubio enggan menunjukkan bahwa AS membutuhkan 'sikap baik' Iran. Dia tetap menunjukkan bahwa AS tak akan terlalu terganggu jika memang Iran menutup Selat Hormuz.
"Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka (Iran), karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk pasokan minyak mereka," kata Rubio.
Baca juga: Trump Ingatkan Iran untuk Segera Berdamai atau AS Serang Target Lain yang Tersisa
"Jika mereka menutup Selat itu, itu akan menjadi bencana ekonomi bagi mereka sendiri dan bagi negara lain, mungkin lebih besar daripada dampaknya bagi kami (AS),"
Penutupan Selat Hormuz Sudah Disetujui Parlemen Iran
Laporan dari media pemerintah Iran, Press TV, menyebutkan bahwa parlemen telah menyetujui rencana penutupan Selat Hormuz. Namun demikian, keputusan final akan ditentukan oleh Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.
Sebagai catatan, sekitar 20% dari pasokan minyak global melewati Selat Hormuz, menjadikannya jalur yang sangat vital bagi ekonomi global, terutama bagi negara-negara Asia seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan.
Menurut data dari firma pelacak kapal Vortexa, China mengimpor lebih dari 1,8 juta barel per hari dari Iran pada bulan lalu.
Selat Hormuz Belum Ditutup, Harga Minyak Dunia Sudah Meroket
Meski Selat Hormuz belum ditutup dan distribusi minyak masih berjalan normal, namun harga minyak mentah dunia sudah melonjak tajam. Ini dipicu serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6/2025).
Baca juga: AS Bersiap Hadapi Balas Dendam Iran, Ancam Serangan Berikutnya Lebih Dahsyat
Harga minyak Brent naik menjadi US$78,89 per barel, angka tertinggi sejak Januari, menurut catatan per 23:22 GMT pada Minggu malam. Kepala Riset Energi MST Financial, Saul Kavonic memprediksi harga akan melambung lebih tinggi jika situasi memburuk.
"AS kini telah memperkuat postur pertahanannya di kawasan untuk menghadapi kemungkinan serangan balasan dari Iran. Tapi risiko terhadap harga minyak bisa meningkat lebih parah jika situasi terus memburuk," jelas Kavonic.
Harga minyak mentah yang tinggi berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat global—dari biaya bahan bakar kendaraan hingga harga pangan di supermarket.
Dengan ketegangan geopolitik yang terus meningkat, komunitas internasional kini menanti keputusan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran terkait penutupan Selat Hormuz.
Jika diterapkan, dampaknya bisa mengguncang ekonomi global dan memicu lonjakan harga energi yang lebih besar lagi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: BBC