INDOZONE.ID - Eks Sekretaris Jenderal NATO Javier Solana menyebut Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sebagai politikus terburuk sepanjang sejarah Israel.
“Saya pikir tak ada hal baik yang datang dari ini. Namun ini dapat membuat Netanyahu menghilang dari politik Israel,” ucap dia kepada saluran televisi Spanyol Cadena Ser yang merujuk konflik Israel-Palestina.
Lebih lanjut, Solana mengatakan bahwa Amerika Serikat memang mendukung Israel, namun Presiden Joe Biden sendiri tidak memiliki hubungan pertemanan dengan Netanyahu.
“Kedua orang itu tak berteman, tapi mereka juga tak bermusuhan. Biden tidak pernah menerima Netanyahu di Gedung Putih,” ujar dia.
Solana menjelaskan Biden telah berusaha keras menekan Netanyahu agar tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan AS di Irak setelah serangan teror 11 September 2001.
Solana merupakan Sekretaris Jenderal NATO periode 1995-1999 dan mengepalai kebijakan luar negeri Uni Eropa pada 1999-2009.
Baca Juga: Ada Jejak Bos Alexis di Rumah Kertanegara Firli Bahuri yang Digeledah Polisi
Dia telah menghabiskan waktu di Gaza saat bertugas, termasuk melakukan negosiasi agar Uni Eropa bisa memastikan pintu lintas batas Rafah dari Gaza ke Mesir tetap terbuka. Program tersebut dimulai pada 2005 dan bertahan selama 19 bulan.
Solana juga menyebut Piagam Abraham yang mendorong normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab serta Bahrain sebagai kesalahan besar.
Dia menyebut ketiga negara itu mencampakkan gagasan sebelumnya yang meminta negara-negara mengakui Israel melalui negosiasi damai dengan Palestina.
Baca Juga: Erick Thohir Nyatakan Dukungan untuk Prabowo Subianto
"Saya kira ide perdamaian untuk pengakuan atau pengakuan untuk perdamaian adalah ide yang baik sekali," kata dia.
Merujuk konteks sebelum serangan Hamas, Solana juga mengkritik Netanyahu karena "melancarkan kampanye besar-besaran untuk mengubah dirinya menjadi otokrat" melalui amandemen sistem peradilan.
Sambil mempromosikan memoar barunya, "Witness of an Uncertain Time", Solana membagikan pandangannya mengenai situasi geopolitik lebih luas saat ini.
"Momen ini ditandai oleh dua karakteristik utama: Pertama, dunia bukan lagi sekadar negara besar. Kedua, sebagian besar penduduk dunia tidak tinggal di negara Barat. Di negara-negara Barat, kami masih percaya bahwa kamilah pemilik dunia, padahal hal itu jelas salah,” ujar dia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Anadolu