INDOZONE.ID - Program Pangan Dunia (WFP) yang berada di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyatakan bahwa stok pangan mereka di Jalur Gaza telah habis akibat adanya blokade Israel.
Pemblokadean ini disebut sudah berlangsung hampir delapan minggu. Ratusan warga Palestina pun terancam kehilangan sumber makanan utama.
WFP menyatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan stok terakhir mereka ke dapur amal di Gaza.
Disebutkan bahwa dapur-dapur tersebut akan mengalami kehabisan stok makanan dalam beberapa hari ke depan
Menurut data PBB, sekitar 80% populasi Gaza dari total 2 juta orang, sangat bergantung pada dapur amal untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Dikatakan juga bahwa sumber pangan lainnya sudah lebih dulu tutup imbas pemblokadean yang dilakukan Israel.
Juru Bicara WFP, Abeer Etefa mengatakan kepada Associated Pers bahwa pihaknya telah mendukung 47 dapur yang mendistribusikan 644.000 porsi makanan hangat setiap harinya.
Seluruh dapur yang didukung oleh WFP merupakan dapur utama yang berada di Gaza.
"Hingga saat ini, belum dapat dipastikan berapa banyak dapur di Gaza yang masih akan beroperasi jika dapur-dapur sebelumnya telah tutup," tutur Etefa.
Baca Juga: Israel Kembali Serang Gaza Lewat Jalur Udara, Tewaskan 92 Orang dalam Dua Hari
Dengan tidak adanya barang baru yang masuk ke Gaza, disebutkan banyak makanan yang telah hilang dari pasar, termasuk daging, telur, buah-buahan, produk susu, dan banyak jenis sayuran.
Harga barang-barang yang tersisa pun mengalami kelonjakan drastis dan tidak terjangkau bagi sebagian besar penduduk Gaza.
Disebutkan bahwa sebagian besar keluarga di Gaza kini sangat bergantung pada makanan kaleng.
Kasus malnutrisi pun disebutkan PBB saat ini telah meningkat tajam. PBB melaporkan bahwa pada bulan Maret, terdapat 3.700 anak yang menderita malnutrisi akut, meningkat 80% dibandingkan bulan sebelumnya.
Pada saat yang sama, organisasi bantuan disebut hanya mampu menyediakan suplemen nutrisi untuk sekitar 22.000 anak pada bulan Maret, turun 70% dibandingkan bulan Februari karena pasokan yang semakin berkurang.
Suplemen ini disebutkan sebagai salah satu alat penting untuk mencegah terjadinya malnutrisi lebih lanjut.
Hampir semua toko roti di Gaza juga dikabarkan telah tutup selama beberapa minggu terakhir.
WFP juga terpaksa menghentikan distribusi bahan makanan pokok kepada ratusan keluarga di Gaza akibat kehabisan persediaan.
Dengan stok bahan yang nyaris habis, dapur-dapur amal umumnya hanya bisa menyajikan makanan berbahan dasar pasta atau nasi dengan sedikit tambahan.
World Central Kitchen, sebuah badan amal asal Amerika Serikat yang merupakan salah satu organisasi terbesar di Gaza yang tidak bergantung pada WFP, turut menyatakan bahwa dapur-dapurnya telah kehabisan sumber protein.
Sebagai gantinya, mereka membuat sup dari sayuran kalengan. Karena bahan bakar juga langka, mereka membongkar palet kayu untuk digunakan sebagai bahan bakar memasak.
Mereka juga mengoperasikan satu-satunya toko roti yang masih berfungsi di Gaza, menghasilkan 87.000 roti pita per hari.
WFP pun mengatakan bahwa saat ini terdapat 116.000 ton makanan yang siap dibawa ke Gaza jika Israel membuka perbatasan.
Persedian pangan ini disebut cukup untuk memberi makan 1 juta orang selama empat bulan.
Adapun Israel menghentikan seluruh pemasukan pangan, bahan bakar, obat-obatan, dan pasokan lain ke Gaza, Palestina pada 2 Maret 2025.
Israel juga melanjutkan aksi pemboman dan serangan darat dua minggu kemudian.
Langkah tersebut dikatakan Israel bertujuan untuk menekan Hamas agar membebaskan para sandera yang masih ditahan.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyebutkan blokade ini sebagai 'taktik kelaparan' dan potensi kejahatan perang.
Baca Juga: Sekjen PBB Tolak Rencana Israel untuk Kendalikan Bantuan ke Gaza
Sementara itu, badan militer Israel, COGAT, yang bertanggung jawab atas koordinasi bantuan di Gaza menolak mengomentari jumlah pasokan yang tersisa di wilayah tersebut.
Sebelumnya, mereka menyatakan bahwa Gaza memiliki cukup bantuan setelah lonjakan distribusi selama gencatan senjata. Israel pun menuduh Hamas mengalihkan bantuan untuk kepentingan mereka sendiri.
Namun, pekerja kemanusiaan membantah adanya pengalihan besar-besaran dengan menyatakan bahwa PBB secara ketat mengawasi distribusi bantuan.
Mereka juga mengatakan bahwa aliran bantuan selama gencatan senjata nyaris tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan besar akibat perang ketika hanya sedikit pasokan yang masuk.
Penulis: Sekar Andini Wibisono Putri
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: AP News