Penasihat Hukum Terdakwa Kasus Pencabulan Minta Kliennya Bebas, Ini Respons Pengacara Korban
INDOZONE.ID - Terdakwa kasus dugaan pencabulan bocah berinisial XN pada 2023 lalu, Muhammad Yasin Magrobi (25), dijatuhi hukuman penjara 7 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Jember, Jawa Timur (Jatim), Senin 14 April 2025, siang WIB.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa MY, Dimastya Febbyanto, akan mengajukan banding dalam waktu 7 hari ke depan atas vonis yang dijatuhkan PN Jember. Dia menilai, kliennya tidak bersalah dalam kasus ini.
Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum korban XN, Yamini, menilai permintaan penasihat hukum terdakwa sah secara hukum.
Namun, dia menilai keputusan majelis hakim PN Jember terhadap terdakwa MY, sudah tepat karena terbukti bersalah.
"Kalau ngomong puas tidak puas, ya sampai kapanpun tidak akan puas. Karena memang apa yang dilakukan oleh terdakwa itu, adalah kejahatan yang luar biasa. Apalagi korbannya adalah anak-anak dan masih saudara, seberapa pun hukuman yang akan diputuskan, tidak akan bisa mengembalikan (masa depan korban itu)," kata Yamini saat dikonfirmasi terpisah, Selasa (15/4/2025).
"Tetapi kalau kita melihat dari sisi hukumnya, dengan tuntutan 9 tahun itu sudah cukup relevan. Kemudian yang disampaikan oleh hakim itu (vonis 7 tahun penjara) sudah cukup tinggi," sambungnya.
Sementara itu, keputusan majelis hakim terhadap terdakwa MY dinilai Yamini sebagai hasil dari memperjuangkan keadilan.
Baca Juga: Kapolres Ngada Diduga Terlibat Narkoba dan Pencabulan Anak, Komisi III DPR: Pecat!
"Ini bukti perjuangan kita itu membuahkan hasil, bahwa hakim telah sepakat dengan kita, sepakat dengan jaksa. Bahwa memang terdakwa ini bersalah, memang kejadian itu ada dan terdakwa yang melakukan. Meskipun dari kemarin-kemarin kan yang dibantah adalah itu. Bahwa terdakwa tidak melakukan dan peristiwa itu tidak pernah terjadi," ucapnya.
Lalu, Yamini pun mempertanyakan tiga faktor, yang menjadi dasar penasihat hukum terdakwa ingin mengajukan banding.
Bahkan, perempuan yang juga Ketua Ahimsa Mahardika Jember ini, balik mempertanyakan pernyataan dari penasehat hukum terdakwa.
"Yang pertama soal tidak adanya saksi. Namanya kekerasan seksual sering kali memang tidak ada saksi. Aneh saja kalau misalnya pelaku itu melakukan kekerasan seksual di depan umum. Tapi kan ada bukti-bukti lain yang mengarah ke sana (tindak pencabulan)," jelas Yamin.
"Di persidangan juga itu juga ada saksi ahli, dan hakim juga sudah memutuskan bahwa itu benar terjadi, hasil visumnya sudah mengatakan seperti itu, ahlinya juga mengatakan seperti itu, artinya kan selesai. Kalau PH (Penasehat Hukum) terdakwa menyatakan tidak ada saksi itu ya haknya. Tapi aneh sebagai orang hukum, bahwa itu tidak ada saksi kasus kekerasan seksual. Itu aneh," sambungnya.
Kemudian poin kedua, lanjutnya, menanggapi soal sakit menahun di alat kelamin korban sehingga menyebabkan keputihan, seperti asumsi penasihat hukum terdakwa. Akan tetapi, itu tidak terbuktikan dalam persidangan.
Kemudian, untuk luka robekan pada alat kelamin korban, lebih jauh kata Yamin, itu bisa dibuktikan.
Dari semua proses persidangan, kata Yamini, pembelaan Penasehat Hukum terdakwa terbantahkan.
Dia pun menilai, putusan hukuman penjara 7 tahun membuktikan, bahwa terdakwa telah melakukan kesalahan seperti yang didakwakan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan