Jumat, 28 FEBRUARI 2025 • 21:38 WIB

Pemda DIY dan University of Nottingham Diskusikan Integrasi Transportasi dan Tata Kota

Author

University of Nottingham Inggris saat menemui Sri Sultan HB X di Kepatihan Yogyakarta

INDOZONE.ID - Tata kota dan transportasi adalah dua entitas yang tak terpisahkan, seperti tubuh dan nadi. Kota yang maju tidak ditentukan oleh kemewahan kendaraan, tetapi mobilitas warga untuk bergerak bebas tanpa terhambat polusi dan kemacetan.

Hal ini disampaikan SekdaDIY, Beny Suharsono, pada acara Sharing Session antara Pemda DIY dengan University of Nottingham, United Kingdom, pada Kamis (27/2/2025) di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.

Diskusi tersebut membahas mengenai tata kota yang proporsional. Ketertarikan University of Nottingham ini diawali dengan keterikatan mereka pada The Cosmological Axis of Yogyakarta atau Sumbu Filosofi Yogyakarta.

Acara ini menghadirkan para pakar dari University of Nottingham, Inggris, termasuk Dr. Bagus Muljadi, Dr. Christopher Wood, Prof. Kathy Johnson, dan Lucy Rose.

Bertajuk, Masyarakat Berkelanjutan Masa Depan: Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Transportasi dan Lingkungan Perkotaan, diskusi ini merujuk pada tata kota yang ideal.

Tata kota yang ideal menurut Beny adalah, cerminan peradaban dan harapan masyarakat. Beny menggarisbawahi, tantangan utama saat ini bukanlah membangun infrastruktur baru, melainkan membangun kesadaran bahwa mobilitas adalah hak setiap warga.

“Perencanaan kota yang berorientasi pada transportasi umum dan pejalan kaki dapat menciptakan ruang yang lebih manusiawi dan berkelanjutan,” kata Beny.

Lebih lanjut, Beny mengatakan, bagaimana tata kota dapat memberikan ruang bagi mereka yang berjalan kaki, bersepeda, dan mengandalkan transportasi umum.

Ia menekankan, kebijakan transportasi harus berfokus pada konektivitas, aksesibilitas, dan kelestarian lingkungan, bukan hanya pada pertumbuhan kendaraan bermotor.

Dalam konteks Yogyakarta, Beny menyoroti pentingnya tata kota yang mencerminkan identitas budaya dan nilai-nilai masyarakat. Konsep tata ruang berbasis budaya telah diterapkan di Yogyakarta, dengan filosofi, sangkan paraning dumadi, yang menempatkan manusia dalam keseimbangan dengan Tuhan dan alam.

"Kota yang dibangun dengan mempertimbangkan budaya lokal cenderung lebih berkelanjutan karena selaras dengan kebiasaan masyarakatnya," tambah Beny.

Beny juga menekankan, perencanaan kota masa depan harus mampu menggabungkan inovasi modern dengan kearifan lokal. Teknologi dan pembangunan harus digunakan untuk memperkuat akar budaya, bukan menggerusnya.

Ia berharap, pertemuan ini dapat membuka perspektif baru dan menghasilkan gagasan-gagasan inspiratif untuk mewujudkan Yogyakarta yang lebih baik, tidak hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk generasi mendatang.

Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, Yogyakarta berkomitmen untuk menjadi kota yang berkelanjutan dan ramah bagi semua warganya,” ujarnya.

Prof. Kathy Johnson, perwakilan dari University of Nottingham, menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya kolaborasi antara dunia akademis, dan pemerintah dalam menghadapi tantangan global, terutama dalam bidang engineering dan pembangunan berkelanjutan.

Untuk itu, ia sangat senang dengan diterimanya dan rombongan berkunjung ke Pemda DIY. Hal ini sebagai bagian dari upaya untuk menjalin kerjasama yang lebih erat antara Pemda DIY dan institusi pendidikan tinggi internasional.

Johnson menyebut, pentingnya tanggung jawab ganda yang dihadapi oleh generasi saat ini. Untuk mewujudkan tata kota yang baik, berbagai tantangan harus dihadapi, termasuk tantangan engineering.

Tantangan dalam bidang engineering saat ini tidak hanya terfokus pada inovasi teknologi, tetapi juga pada bagaimana teknologi tersebut dapat diimplementasikan secara efisien dan berkelanjutan.

BACA JUGA Banyak Tanah di Jogja Dirusak Oknum Tak Bertanggung Jawab, Sultan HB: Enggak Sesuai Sumbu Filosofi

Johnson menjelaskan, teknik engineering yang berkelanjutan mencakup berbagai aspek, mulai dari desain yang ramah lingkungan hingga pemeliharaan dan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan.

"Pertanyaannya adalah, apa yang bisa dan seharusnya kita lakukan? Jawabannya tergantung pada siapa kita. Beberapa dari kita mungkin dapat melakukan perubahan kecil, tetapi kita juga perlu mendorong perubahan yang lebih besar melalui kebijakan yang mendukung," jelasnya.

Ia memberikan contoh konkret dari Inggris, di mana pemerintah memberikan insentif bagi warga yang memasang panel surya di atap rumah mereka. Kebijakan ini mendorong individu untuk berpartisipasi, dan menciptakan kesadaran kolektif akan manfaat energi terbarukan.

Larangan produksi mesin berbahan bakar internal yang akan berlaku pada tahun 2030 juga menjadi pendorong bagi penelitian dan inovasi di bidang elektrifikasi.

BACA JUGA Sultan HB X Beri Dua Kesepakatan Terhadap Konflik Suku Madura dan Papua di Jogja

Johnson juga mempresentasikan beberapa fokus penelitian di University of Nottingham, termasuk pengembangan rendah karbon dan desain kota yang berkelanjutan. Ia menekankan, kolaborasi antara pemerintah, LSM, dan mitra industri sangat penting untuk mendorong perubahan yang signifikan ke depan.

"Untuk menciptakan tata kota yang berkelanjutan, kita perlu pemikiran holistik terkait desain bangunan dan lanskap perkotaan. Rasionalisasi, elektrifikasi, dan smartifikasi adalah tiga mekanisme utama yang harus kita terapkan," tutup Johnson.

Sesi berbagi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam membangun kerjasama yang lebih erat antara Pemda DIY dan University of Nottingham. Juga diharapkan mampu mendorong inovasi dan penelitian yang berfokus pada keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Keterangan Pers