Rabu, 26 FEBRUARI 2025 • 13:35 WIB

Fakta-fakta Dugaan Korupsi BBM di Pertamina, Modusnya Oplos Pertamax dengan Pertalite?

Author

Ilustrasi pom bensin.

INDOZONE.ID -  Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan adanya dugaan tindak kasus korupsi di PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) pada periode 2018-2023.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan ada tujuh tersangka terkait dugaan kasus korupsi tersebut.

Para tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini, adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Agus Purwono (AP) selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

Lalu, dari pihak swasta ada MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

Kejagung telah menahan ketujuh tersangka pada Senin 24 Februari 2025. Penahanan dilakukan usai penyidik memeriksa 96 saksi dan dua orang saksi ahli.

INDOZONE akan menjelaskan kepada kamu, sederet fakta dari kasus dugaan korupsi BBM di Pertamina ini.

Fakta-fakta Dugaan Korupsi BBM di Pertamina

1. Oplos Pertalite Jadi Pertamax

Para tersangka melakukan korupsi dengan modus 'mengoplos' impor minyak mentah RON 90, 88, dan di bawah RON 92 (setara Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax).

Mereka mencampurkan ketiga minyak mentah tersebut (RON 90, 88, di bawah 92) untuk mendapatkan kualitas yang setara dengan RON 92 atau Pertamax, setelah memasukkan ke dalam tempat penyimpanan minyak/depo di Merak, Banten.

Baca Juga: Isu Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Pertamina Bantah Ungkap Fakta-Fakta Ini

Hal itu bermula pada periode 2018—2023 ketika pemerintah menetapkan aturan pemenuhan minyak mentah dalam negeri, wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 Pasal 2 dan Pasal 3.

Atas dasar itu, Pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri, sebelum merencanakan impor.

Namun, para tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH), untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya.

Lalu, kilang minyak sengaja diturunkan saat produksi. Produksi minyak mentah dalam negeri oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.

Alhasil, secara otomatis, bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.

Direktur Optimasi Feedstok dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin.

Untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

Atas perbuatan itu, Kejagung menyatakan bahwa para tersangka terancam terkena Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

2. Kerugian Negara Capai Rp193,7 Triliun

Tindak korupsi yang dilakukan para tersangka itu mengakibatkan negara diduga merugi hingga Rp193,7 triliun.

"Perbuatan melanggar ukum tersebut mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun," kata Qohar, dikutip dari ANTARA, Rabu (26/2/2025).

Baca Juga: Tudingan Isu Pencampuran BBM, Pertamina Bantah dan Tegaskan Kualitas Pertamax

Qohar menambahkan, kerugian yang didapat negara itu bersumber dari berbagai hal, yaitu dari kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi, dan kerugian impor minyak mentah melalui broker.

Kejagung juga telah melakukan penggeledahan di kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM pada Senin 10 Februari 2025, sebelum menetapkan para tersangka.

Penyidik menemukan lima dus dokumen, 15 unit telepon genggam, satu komputer jinjing, dan empat dokumen elektronik dari penggeledahan tersebut.

3. Pertamina Bantah Adanya Modus Oplosan BBM

PT Pertamina (Persero) membantah tudingan adanya bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dioplos dengan Pertalite.

“Narasi oplosan pertalite menjadi pertamax itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan,” ucap Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso ketika ditemui di Gedung DPD RI.

Hal yang dipermasalahkan Kejagung adalah pembelian RON 90 yang diklaim sebagai RON 92, bukan oplosan, menurut Fadjar.

Fadjar menilai, ada narasi keliru ketika memahami pemaparan oleh Kejaksaan Agung.

Dia juga memastikan, bahwa BBM RON 92 alias Pertamax yang sampai ke masyarakat, telah sesuai dengan spesifikasi.

Nah, lembaga dengan tugas memeriksa ketepatan spesifikasi dari produk yang beredar di masyarakat, adalah Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) yang berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

“Kami pastikan, bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing,” pungkasnya.

Penulis: Sekar Andini Wibisono Putri

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Antara, Amatan