INDOZONE.ID - Buntut konflik yang melibatkan dua kelompok etnis di Yogyakarta yakni komunitas Madura dan Papua beberapa waktu lalu, membuat komunitas Madura mendatangi langsung Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kantor Kepatihan Yogyakarta, pada Rabu (12/2/2025).
Dalam pertemuan itu yang juga dihadiri Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dan Kapolda DIY, telah disepakati dua langkah konkret untuk menghindari ketegangan lebih lanjut.
"Kesimpulan dari berbagai rapat yang telah berlangsung hanya dua, kesimpulan jangka pendek. Pertama, warung-warung Madura harus mencantumkan tulisan 'Bayar Tunai' agar memiliki posisi hukum yang jelas. Perkara mau dibantu nah itu urusannya mereka. Kedua, kalau terjadi pemaksaan atau sebagainya (tindakan kriminal lain), saya minta proses hukum harus ditegakkan secara konsisten," ujar Sultan.
BACA JUGA Pesan Sri Sultan HB X Dalam Peluncuran Gerakan Wisata Bersih Inisiasi Kemenpar RI
Keputusan ini bertujuan untuk meredam kesalahpahaman serta menjaga ketertiban di Yogyakarta.
Apabila akan terjadi lagi, Sultan menghimbau kepada pihak yang bersangkutan dengan berbagai jalur komunikasi dan koordinasi, sehingga keputusan yang diambil telah melalui pertimbangan matang.
Sultan menambahkan, sebelum pertemuan ini kedua belah pihak juga telah melakukan serangkaian proses mediasi yang difasilitasi oleh aparat kepolisian.
"Beri ruang kepada saya karena pertengahan tahun kemarin sudah ada asosiasi baru yang dimana asosiasi baru itu yaitu didalamnya ada anggota Jakarta, Aceh, sama Papua," imbuhnya.
Sultan menegaskan, dengan adanya pertemuan kali ini konflik antar dua etnis itu sudah selesai, dengan harapan tidak ada ketegangan lebih lanjut.
"Dengan begitu, kondisi seperti ini (saya harap) menurun bahkan kalau bisa tidak ada lagi. Jadi proses surat-menyurat dan sebagainya sudah selesai," tegas Sultan.
Sementara itu, juru bicara KMY, Mahrus Ali menyebut, komunitasnya tidak memiliki niat untuk memperkeruh situasi. Dan surat yang sebelumnya beredar dibuat semata-mata untuk menjaga Yogyakarta tetap aman dan nyaman.
"Keputusan itu berlaku untuk semuanya. Kami sangat mencintai Jogja. Surat itu dibuat agar Jogja ini tetap adem. Kami ingin meredam, jangan sampai ada carok. Maka dibuatlah surat itu," ucap Mahrus.
BACA JUGA Dukung Larangan Merokok di Malioboro, Sultan HB X: Jangan Denda Dulu
Mahrus menegaskan tidak ada lagi diskriminasi, seperti larangan berjualan kepada kelompok tertentu.
"Kami juga menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi, seperti larangan berjualan kepada kelompok tertentu,” tegasnya.
Lanjut Mahrus menyebut bahwa dalam satu tahun terakhir ada sekitar 15 kejadian terkait gangguan keamanan di warung-warung Madura. Dari jumlah itu, tiga kasus terbaru sudah dalam proses hukum.
"Kalau dari data kami total ada 15 kejadian. Makanya untuk mencegah agar kedepan tidak terjadi lagi kita buat melalui keputusan ini," ujarnya.
Sebelumnya, akhir-akhir ini sebuah surat yang mengatasnamakan Forum Keluarga Madura Yogyakarta (KMY) beredar luas di media sosial dan grup percakapan daring.
Surat tersebut menyampaikan keresahan atas dugaan tindakan oknum dari suku Papua di Yogyakarta yang disebut kerap merusak, mengambil barang tanpa membayar, hingga melakukan pemukulan terhadap pemilik toko kelontong.
Dalam surat itu, Forum Keluarga Madura meminta adanya solusi konkret untuk mengatasi permasalahan ini.
Bahkan, jika masalah terus berlanjut tanpa penyelesaian, mereka menantang suku Papua di Yogyakarta untuk duel terbuka alias carok, sebuah tradisi pertarungan khas Madura.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung