Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X mengkritik oknum yang berusaha mengeruk sumber daya alam di Yogyakarta dan membangun diatas lahan yang tidak memiliki karakteristik.
Menurut Sultan, tindakan tersebut tidak sesuai dengan sumbu filosofi Yogyakarta, yakni hamemayu hayunung bono, artinya membuat dunia menjadi indah atau ayu.
Hal itu diungkapkannya dalam sambutan acara penanaman pohon di Nawang Jagad, Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY, pada Senin (20/1/2025).
"Setelah 9 tahun menunggu, filosofi itu kan baru ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada 2023 lalu, setelah 9 tahun menunggu. Jadi, jangan beranggapan bahwa membangun di Jogja itu tanah padat seperti daratan biasa, tapi penuh dengan lava yang memang proses Merapi itu seperti itu,” kata Sultan.
Sebab, di DIY sebagian tanahnya tercampur dengan lava Gunung Merapi. Sultan pun tak segan menindaklanjuti oknum yang berusaha mengeruk sumber daya alam di Yogyakarta.
“Jadi kalau bangun itu harus hati-hati karena belum tentu yang kita keduk (gali) itu tanahnya, tapi nyatanya kalau kita beri tahu itu sering ada ngeyel gitu karena mungkin merasa lebih tahu, wong saya buka insinyur ya,” ujar Sultan.
“Di Jogja biarpun 50 sampai 100 meter ke bawah tetap lava, karena memang tanahnya itu seperti itu,” sambungnya.
Sultan menyampaikan, tanah yang memiliki kurangnya karakteristik tersebut yakni pembangunan kabel bawah tanah di kawasan Tugu Jogja dan Underpass Kentungan, Sleman.
BACA JUGA Atasi Krisis Air di Lereng Merapi, Sultan HB X Ajak Lintas Agama Tanam Pohon Langka
“Contohnya pada waktu menanam kabel di bawah, tidak di atas ya. Pada waktu digali itu ya gerowong di dalam. Ada yang gerowong tapi ditutup dulu, belum ada baja yang untuk galian terus di atas jadi jembatan karena ada baja lembaran yang dipasang untuk lewat kendaraan,” tutur Sultan.
Pembangunan itu, Sultan menilai, dapat menimbulkan berbagai masalah, salah satunya membuat aliran air jadi sempit, dan kasus perusahaan lingkungan yang mencemari sumur warga dengan minyak diesel.
Meski demikian, pihaknya tidak melarang jika masyarakat ingin membangun sesuatu dengan tanah bercampur lava. Namun, Sultan kembali menegaskan harus berkoordinasi, agar tidak terjadi masalah dikemudian hari. Sehingga infrastruktur di Yogyakarta dapat dibangun secara lebih berkelanjutan.
“Hanya untuk menjaga lingkungan saja, bukan mempersulit. Supaya, kawasan Malioboro dan sekitarnya itu bisa koordinasi agar tidak menemui hal-hal yang tidak bisa kita ketahui,” tegas Sultan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung