INDOZONE.ID - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, menyampaikan permohonan maafnya pada Sabtu (7/12/2024) terkait keputusan kontroversialnya memberlakukan hukum darurat militer.
Namun, ia tidak mengindikasikan niat untuk mundur dari jabatannya meski menghadapi tekanan besar dari oposisi, masyarakat, dan bahkan beberapa anggota partainya sendiri.
Dalam pidato yang disiarkan langsung di televisi, Yoon menyatakan bahwa langkah tersebut diambil karena desakan situasi sebagai seorang presiden. Namun, ia mengakui bahwa tindakannya menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Saya dengan tulus meminta maaf kepada warga yang sangat terganggu akibat keputusan ini," ucapnya.
Kekacauan Politik dan Ancaman Pemakzulan
Keputusan Yoon untuk memberlakukan hukum darurat militer pada Selasa (3/12) malam mengejutkan masyarakat Korea Selatan dan komunitas internasional. Tindakan ini melibatkan pengerahan pasukan dan helikopter ke gedung parlemen, sebuah langkah yang belum pernah terjadi sejak era otoriter pada 1980-an.
Namun, anggota parlemen berhasil menggagalkan keputusan ini setelah melakukan pemungutan suara yang menolak hukum darurat tersebut.
Yoon terpaksa mencabut keputusannya pada dini hari Rabu (4/12), di tengah malam penuh drama yang mengguncang demokrasi Korea Selatan.
Baca Juga: Pemimpin Partai Kekuasaan Rakyat Korsel Temukan Bukti Presiden Berencana Tangkap Politisi
Protes dan Tekanan Publik
Ratusan demonstran mulai berkumpul di depan gedung parlemen pada Sabtu siang, menjelang pemungutan suara pemakzulan terhadap Yoon.
Para penyelenggara protes berharap mengumpulkan hingga 200.000 peserta untuk memberikan tekanan kepada para legislator.
Sementara itu, oposisi dan beberapa tokoh partai Yoon sendiri menyerukan agar ia mengundurkan diri demi mencegah kekacauan politik yang lebih besar.
Ketua partai berkuasa, Han Dong-hoon, mengatakan bahwa "pengunduran diri presiden adalah tak terelakkan dalam situasi ini."
Baca Juga: Presiden Yoon Suk Yeol Hadapi Pemakzulan Akibat Deklarasi Darurat Militer
Hasil Pemungutan Suara yang Tidak Pasti
Blok oposisi saat ini menguasai 192 kursi di parlemen, sedangkan partai Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), memiliki 108 kursi. Hanya diperlukan delapan anggota partai Yoon yang membelot untuk mencapai dua pertiga mayoritas yang diperlukan untuk meloloskan pemakzulan.
Namun, hingga saat ini belum ada kepastian apakah mosi pemakzulan akan berhasil. Meski demikian, seorang anggota PPP telah secara terbuka menyatakan akan mendukung oposisi.
Kenangan Masa Kelam dan Kritik Internasional
Langkah Yoon untuk memberlakukan hukum darurat militer membangkitkan kenangan pahit masa otoriter di Korea Selatan. Perintah untuk menangkap politisi kunci juga memicu kekhawatiran akan potensi pelanggaran hak asasi manusia.
Aksi ini juga mengejutkan sekutu Korea Selatan, termasuk Amerika Serikat, yang baru mengetahui peristiwa ini melalui siaran televisi.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyatakan harapannya agar "proses demokrasi dapat berjalan sebagaimana mestinya."
Dengan tingkat dukungan publik terhadap Yoon mencapai rekor terendah 13 persen, banyak pihak yang mendesaknya untuk segera mundur.
Namun, Yoon tampaknya tetap berpegang pada jabatannya, setidaknya untuk sementara waktu, sambil menyerahkan langkah selanjutnya kepada partainya.
Apakah pemakzulan atau pengunduran diri akan menjadi akhir dari kontroversi ini? Satu hal yang pasti, kepercayaan publik terhadap pemerintahan Yoon telah mencapai titik terendah dalam sejarah Korea Selatan modern.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Channelnewsasia.com