Hal ini disampaikan juru bicara warga, Fokki Ardiyanto usai ditemui beberapa lawyer KAI sekitar lokasi stasiun tersebut, pada Rabu (16/4/2025).
"Kita tadi menyampaikan ketegasan bahwa tetap menolak pengukuran. Lalu dari lawyer KAI menyampaikan supaya yang menjadi penolakan warga bisa secara tertulis atau surat resmi yang mana dalam wadahnya jelas atas nama RW. Tapi nanti akan saya konsolidasikan dengan warga dulu," kata Fokki kepada wartawan usai pertemuan bersama lawyer KAI.
Sementara itu, Antonius Yosef Handriutomo selaku Ketua RW 01 Kelurahan Bausasran mengatakan bahwa KAI telah membawa surat yang ditujukan kepadanya selaku warga dan pemangku wilayah. Ia hanya menerima surat yang mana selaku pemangku wilayah. Tujuannya agar dirinya memberitahukan kepada warga soal rencana pengukuran.
"Dari PT KAI kan kemarin mengantarkan surat kepada saya selaku pemangku wilayah. Saya sudah baca suratnya, yang surat sebagai pemangku wilayah saya terima. Sedangkan surat sebagai warga itu kita tolak karena untuk berhubungan dengan KAI kita sudah menunjuk dengan juru bicara yaitu Fokki," ucap Anton.
Surat yang diterimanya itu berisi tentang waktu pelaksanaan pengukuran serta lokasi-lokasinya yang akan diukur.
"Dan disurat itu dikatakkan pengukuran akan dilakukan hari ini jam 09.00 WIB. Kemudian yang akan diukur apa saja, yang akan diukur adalah bangunan tambahan dari rumah yang kami diami. Tadi juga dikatakkan adalah untuk rencana pemberian kompensasi," ujarnya.
Dasar utama penolakan warga adalah Instruksi Gubernur DIY yang memerintahkan GKR Mangkubumi selaku Penghageng Datu Dana Suyasa Keraton Yogyakarta memediasi pertemuan antara warga dan PT KAI.
"Tapi saya pemangku wilayah yang telah menampung aspirasi dari ke-14 warga yang terdampak menyatakan menolak dilakukan pengukuran sebelum ada mediasi antara PT KAI dengan GKR Mangkubumi, ini seperti yang disampaikan Sultan," tegasnya.
Sejumlah warga mengaku sudah bertemu dengan GKR Mangkubumi pada Senin 14 April 2025, untuk mendengarkan aspirasi mereka.
Lawyer KAI saat mengunjungi salah satu rumah terdampak pengukuran di Stasiun Lempuyangan, Rabu (16/4/2025) Dalam pertemuan tersebut, warga menyampaikan keinginan mendapatkan kekancingan (surat pengesahan dari keraton) atas tanah yang mereka tempati.
"Kita bilang ke Gusti, kita ingin mengurus kekancingan karena kita sudah punya SKT. Beliau mengatakan, "oh syaratnya banyak dan juga mungkin perlu waktu, kami jawab oh enggak apa-apa, syaratnya apa saja nanti kita akan penuhi semampu kita bisa gitu," imbuhnya.Warga yang terdampak mengaku merupakan pejuang-pejuang keistimewaan yang pada tahun 2011-2012 ikut berjuang mengegolkan Undang-Undang Keistimewaan.
BACA JUGA Pemda DIY Undur Penutupan Tempat Parkir ABA, Sultan HB X: Utamakan Empati pada Warga Diperoleh informasi, Gubernur DIY belum mengerti bentuk atau beautifikasi dari Stasiun Lempuyangan yang menjadi alasan penggusuran 14 rumah tersebut.
Dengan demikian, warga meminta agar tanah tersebut jatuh ke warga sesuai dengan amanat Undang-Undang Keistimewaan. Mengingat tanah tersebut merupakan SG (Sultan Ground) dan PA (Pakualaman), yang menurut mereka fungsinya adalah untuk sosial dan kepentingan umum.