Kuasa hukum Poltak Silitonga di Gedung Bareskrim.
INDOZONE.ID - Divisi Propam Polri mulai menangani aduan dugaan penggelapan barang bukti kasus sengketa tanah yang terjadi di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Terbaru, sang pelapor kasus ini diperiksa oleh Propam. Hal itu diungkapkan oleh kuasa hukum pemilik sertifikat tanah ahli waris Brata Ruswanda, Poltak Silitonga.
"Hari ini, pemeriksaan awal kepada penyidik Divpropam Mabes Polri terhadap laporan kita yang telah melaporkan Dirtipidum Mabes Polri bersama anggotanya, yang kita anggap tidak profesional dan berpihak kepada terlapor yaitu Bupati Kotawaringin Barat dan kawan-kawan," kata Poltak Silitonga kepada wartawan, Sabtu (22/3/2025).
Poltak menjalani pemeriksaan di Gedung Propam Mabes Polri pada Jumat 21 Maret 2025. Materi pemeriksaan, dikatakannya, berkaitan dengan dasar-dasar dari laporan tersebut.
Poltak menyebut, penahanan sertifikat yang dilakukan oleh Bareskrim Polri, dituding sebagai sertifikat palsu hingga dijadikan sebagai barang bukti. Penyitaan itu yang menjadi tanda tanya tersendiri untuk pihaknya.
"Ini tidak berdasarkan hukum karena kan belum ada istilahnya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa surat kita itu palsu karena itu kita minta itu supaya diperiksa," paparnya.
Dia juga menduga adanya pemberian uang berujung penahanan sertifikat itu. Meski sertifikat sudah dikembalikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Poltak menyebut dirinya tidak akan mencabut laporan yang sudah dibuat di Propam.
"Kita tidak mau mencabut laporan meski sertifikat tanah asli sudah dikembalikan penyidik Dittipidum supaya ada efek jera kepada penegak hukum nakal yang mempermainkan hukum," jelasnya.
Baca Juga: Polisi Sita Barang Bukti Alat Palsukan Dokumen Pagar Laut di Tangerang
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, beserta tiga anak buahnya diadukan ke Divisi Propam Polri. Djuhandhani cs diadukan buntut diduga menggelapkan atau menyembunyikan surat-surat berharga.
Penahanan surat berharga disebut bahkan tanpa dasar hukum yang jelas, hingga sudah berjalan tujuh tahun lamanya. Di sisi lain, Brigjen Djuhandhani membantah disebut menggelapkan surat tersebut.
Dia lantas membeberkan alasan pihaknya tak kunjung mengembalikan surat berharga itu. Disebut Djuhandhani, proses pengembalian barang bukti harus melalui mekanisme yang ada.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan