Pengamat Politik UIN Yogyakarta, Ahmad Norma Permata
INDOZONE.ID - Mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar menjadi peristiwa sangat fenomenal dan juga sebagai bagian prahara politik amat sangat janggal. Publik tersentak, terbelalak meraba kemana sebenarnya arah politik nasional ini akan berlabuh.
Golkar yang dikenal sebagai partai paling adem ini harus mengalami ujian berat, tantangan yang berkelok tajam hingga harus siap menerima pil paling pahitnya jika proses transisi Ketua Umum-nya berjalan alon dan tidak transparan.
Keprihatinan khusus atas mundurnya Airlangga Hartarto bukan hanya masuk dalam bahasan internal partai berlogo Pohon Beringin, namun secara spontan menimbulkan reaksi mendalam mulai dari masyarakat, para pengamat politik hingga para elite partai lainnya.
Tentunya banyak elite partai menduga jika proses mundurnya Airlangga Hartarto dari jabatan Ketum Golkar dianggap sebagai kejadian luar biasa.
Baca Juga: Airlangga Hartanto Mundur dari Ketum Golkar, Pengamat UIN Jogja : Ada Tawaran dari Pihak Luar
Imbas politiknya akan berdampak masif dan akan berpengaruh langsung dalam konstruksi dan juga konstelasi politik nasional.
Pernyataan tersebut juga diyakinkan oleh Pengamat Politik UIN Yogyakarta Ahmad Norma Permata yang khawatir mundurnya Airlangga akan berimbas terhadap kehidupan demokrasi di kemudian hari.
Airlangga Hartanto Mundur dari Ketum Golkar (Facebook/Airlangga Hartanto)
Kendati demikian, Norma menilai dampak secara umum terkait gonjang ganjing Partai Golkar tersebut akan mempengaruhi sistem demokrasi karena mengalami kemunduran.
Menurutnya, ada Grand desain untuk berkiblat ke Cina dalam tata pemerintahan yaitu menciptakan satu sistem politik yang tersentralisasi, seminimal mungkin ada kritik.
Baca Juga: Media Singapura Sebut Airlangga Hartarto Mundur dari Golkar Karena Isu Korupsi Minyak Sawit
Dan juga karena banyak di kalangan elit yang berpikirnya pragmatis bagaimana menjalankan pembangunan selancar mungkin, meskipun pembangunan itu tidak banyak menangkap aspirasi masyarakat.
"Contohnya saja seperti era Jokowi yang banyak didorong adalah pembangunan infrastruktur, sementara pembangunan yang bersifat kualitatif terkait pendidikan lain-lain tidak banyak mendapatkan perhatian, apalagi pembangunan yang bersifat diskursif seperti kebebasan pers hak HAM pemberantasan korupsi semakin jauh dari perhatian pemerintah," kata Norma saat dihubungi wartawan, Selasa (13/8/2024).
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung