Arif Rachman Arifin (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
Terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Arif Rachman Arifin, akan menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
Pengamat Hukum Pidana Chudry Sitompul menyampaikan, vonis terhadap Arif Rachman seharusnya lebih ringan ketimbang Richard Eliezer alias Baharada E. Sebab, Arif Rachman tidak berkaitan langsung dengan peristiwa pembunuhan Yosua.
"Mestinya orang yang obstruction of justice itu jangan dikait-kaitkan dengan masalah pembunuhannya. Pertama, ka,n mereka juga enggak tahu kejadian sebenarnya apa. Jadi, menurut saya, hukumannya itu enggak usah terlalu berat dari hukuman perkara pembunuhan," tutur Chudry kepada wartawan, Rabu (22/2/2023).
Baca Juga: Back Up CCTV Duren Tiga adalah Cara Baiquni Tolak Perintah Ferdy Sambo
Chudry menuturkan, berdasarkan keterangan dalam sidang, Arif Rachman hanya dijadikan alat oleh mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, untuk menghilangkan barang bukti. Apalagi, Arif Rachman juga sempat terkejut saat melihat CCTV yang menampilkan Yosua masih hidup.
"Karena dia sama sekali tidak terkait dengan peristiwa itu. Dan, itu dia juga bukan maksud menghilangkan barang bukti karena dia enggak tahu, bahwa itu kejahatan atau bukan. Jadi, saya kira hukumannya lebih ringan dari si Richard," tuturnya.
Tidak hanya itu, lanjut Chudry, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Arif Rachman juga kurang tepat. Jaksa dinilai tidak bisa menuntut terdakwa dengan Pasal 33 UU ITE.
"Menurut saya, tak tepat mereka (JPU) menggunakan UU ITE pasal 33 itu, tentang perusakan. Karena, kan, mestinya kita harus tahu pasal 33 dari mana datangnya. Itu kan Adopsi dari Konvensi Budapes (Konvensi tentang Kejahatan Dunia Maya) tahun 2001 mengenai ITE," jelas Chudry.
"Di dalam Konvensi Budapes dijelaskan yang dimaksud pengrusakan data elektronik kalau misal mereka kirim malware, virus, atau aplikasi yang terakhir sekarang ini. Yang rusak itu software bukan fisiknya, perangkatnya. Karena kalau perangkatnya fisiknya dirusak kalau software masih enggak rusak enggak termasuk ITE," imbuhnya.
Dia menyampaikan, seharusnya jaksa mendakwa dan menuntut Arief Rahman dengan Pasal 406 KUHP, yakni terkait perusakan barang milik orang lain.
"Dia bisa kena itu karena pengerusakan barang milik orang lain saja. Pasal 406 KUHP. Saya kira begini, jangan kita terikut emosi seolah-olah ini OOJ ini bagian dari skenario pembunuhan. Itu yang mesti dilihat. Masyarakat kelihatanya ada rasa emosional," ungkap Chudry
Sementara itu, Kuasa Hukum Arif Rahcman, Junaedi Saibih mengatakan, tidak ada persiapan khusus dari tim kuasa hukum menjelang sidang putusan kliennya. Dia menyebut, tim kuasa hukum memanjatkan doa untuk terbukanya hati majelis hakim agar mempertimbangkan pleidoi dan duplik.
“Tidak ada persiapan khusus dari team kami selain memanjatkan doa untuk terbukanya hati sang pengadil mempertimbangkan pleidoi dan duplik kami,” kata Junaedi saat dikonfirmasi, Kamis (23/2/2023).
“Harapan sesuai pembelaan yang sudah tim kuasa hukum ajukan,” imbuhnya.
Junaedi menuturkan, yang dilakukan kleinnya hanyalah melaksanakan tugas kedinasan atau perintah atasan yang sah. Berdasarkan UU Pelayanan Publik, pejabat pelaksana tidak dapat dipersalahkan.
"Jadi, majelis hakim sudah sepantasnya mengedepankan ratio legis dalam pertimbangannya sebagaimana yang kami uraikan. Bahwa, cukup alasan untuk tidak menjatuhkan pidana apa pun terhadap para terdakwa," tutur Junaedi.
Junaedi lantas mengulas kembali kesaksian pakar komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto yang dihadirkan dalam persidangan pada 19 Januari 2023. Dia menyebut, Arif Rachman tidak bisa dituntut dengan Pasal 33 UU ITE. Sebab, dalam Pasal 33 yang ingin dilindungi adalah fungsinya.
Baca Juga: Karena Tangis Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Arif Rachman Arifin Merasa Terjebak
"Jadi, harus terpenuhi bahwa ada fungsi yang terganggu akibat tindakan non fisik tersebut. Sedangkan, dalam fakta persidangan Arif Rahman sama sekali tidak ada akses terhadap sistem CCTV Kompleks," pungkas Junaedi.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: