Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sumatera Utara menggelar seminar dengan tema 'Solusi dan Strategi Penyelesaian Konflik Agraria di Sumatera Utara'.
Ketua DPD PA GMNI Sumut, Dr. Soetarto, M.Si mengatakan, Seminar tersebut merupakan rangkaian kegiatan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) perdana, DPD PA GMNI Sumut.
"Seminar ini dilakukan melalui offline dan online. Kita mengambil tema tersebut karena masalah Konflik Agraria menjadi isu nasional yang mengemuka di Sumut," ujarnya kepada awak media, seperti yang dikutip Indozone, Minggu (14/11/2021).
Soetarto menjelaskan, agenda rakerda membahas masalah konsolidasi program kerja PA Sumut.
" Juga merumuskan pokok-pokok pikiran permasalahan di Sumut dan salah satunya masalah konflik agraria,” sambungnya.
Ia menuturkan hasil dari seminar tersebut nantinya akan menghasilkan rumusan sebagai salah satu pokok-pokok pikiran. Pokok pikiran tersebut akan dibawa ke Kongres PA yang akan berlangsung dari tanggal 6 - 8 Desember 2021 di Bandung.
Rakerda, kata Soetarto di buka oleh Ketua DPP PA GMNI yang juga menjabat sebagai Guru Besar Fisip Unpad, Prof. Muradi.
"Bertindak sebagai Keynote Speaker , Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, diwakili oleh Kepala Biro Otda Ir. Zubaidi, dengan virtual," ujarnya.
Sebagai Narasumber, lanjut Soetarto yakni Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut, Dadang Suhendi, Perwakilan Gubernur Sumut dan Kepala Dinas Kehutanan Sumut.
Hadir juga sebagai penanggap diskusi, Mantan Anggota DPRD Sumut, Sarma Hutajulu dan Saurlin Siagian dari PA GMNI Sumut, dan Alfi Syahrin - Ketua BPRPI, sebagai moderator Frans Jones Tambun Sekretaris PA Sumut.
Sementara dari virtual hadir Fungsionasir PA Sumut, Sadar Siahaan, Mangasi Purba, Taripar Hutabarat, Veronika, Daut Ginting, Icha dan Putra Zega hadir melalui virtual.
Soetarto menjelaskan, Rakerda nantinya juga menghasilkan program kerja yang dapat menangani isu nasional, khususnya konflik agraria di Sumatera Utara.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD Bidang Agraria PA GMNI Sumut, Saurlin Siagian menjelaskan konflik agraria di Sumatera Utara terus menjadi perhatian Presiden Jokowi.
"Sudah dua kali Presiden dalam catatan saya meminta agar konflik agraria di Sumut segera diselesaikan. Termasuk masalah eks HGU PTPN II," jelasnya.
Menurut Saurlin, diksi 'reforma agraria' baru dicetuskan sejak Jokowi memekikkan nawacita di program kerjanya. Selama ini kata tersebut tak banyak digunakan, pasca pemerintahan Sukarno.
"Reforma agraria itu bukan sertifikasi tapi mengubah struktur kepemilikan tanah. Tak hanya itu reforma agraria juga harus didukung pembangunan kapasitas dan keterampilan petani agar proses ekonomi bisa terus berjalan," jelasnya.
Ia kemudian menuturkan redistribusi tanah harus segera dilakukan, juga pemberian kredit yang mudah bagi petani.
Pada tingkat provinsi, lanjut Saurlin, Gubernur Sumut harus mengaktifkan Gugus Tugas Reforma Agraria.
"Menurut saya, bila konflik agraria melalui peradilan maka rakyat kecil alias marhaen tak akan menang. Harus ada penyelesaian secara politik," jelasnya.
Hal senada disampaikan Sarma Hutajulu. Menurut Sarma, Sumatera Utara memiliki konflik agraria yang berlarut-larut.
"Mulai dari eks HGU PTPN II, TPL, Sarirejo dan banyak lagi. Saya kira hal ini butuh perhatian khusus dari berbagai pihak," jelasnya.
Ia melanjutan trend konflik agraria dahulu terjadi di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Namun seiring berjalannya waktu saat ini sudah merambah ke Kawasan Pantai Barat.
"Belum lagi persoalan tanah ulayat yang dijadikan food estate. Juga masalah penggunaan hutan produksi atas nama pembangunan menjadi hak pakai," tambahnya.
Sarma berharap dengan adanya seminar agraria tersebut, PA GMNI dapat memberikan solusi terhadap permasalahan rakyat itu.
Di lain pihak, Kakanwil BPN Sumut, Dadang Suhendi mengemukakan, penyelesaian konflik agraria melalui dua mekanisme. Pertama melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN nomor 21 tahun 2020. Kedua, melalui reforma agraria.
"Langkahnya tentunya melalui rapat koordinasi Forkopimda, kita melakukan pemetaan kemudian merekomendasikan. Karena BPN tidak bisa memutuskan tetapi merekomendasikan ke Menteri kemudian ke Presiden," jelasnya.
Menurut Dadang, pihaknya sudah merampungkan segala proses yang dibutuhkan sehingga laporan tersebut sudah sampai ke Kantor Staf Presiden (KSP) untuk nantinya ke Presiden.
"Contohnya untuk Eks PTPN II yakni 90 persen sudah selesai, pemetaan bidang demi bidang sudah ada. daftar nominatif juga sudah ada, sampai infrastrukturnya dan ini sudah kami laporkan ke KSP. Begitu juga solusi penyelesaian untuk Sari Rejo," pungkasnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: