Protes di Tunasia. (REUTERS/Zoubeir Souissi)
Presiden Tunisia pecat perdana menteri dan menangguhkan parlemen, setelah protes kekerasan pecah di seluruh negeri.
Ribuan pengunjuk rasa yang marah atas kesalahan penanganan Covid-19 oleh pemerintah, membanjiri jalan-jalan dan bentrok dengan polisi pada hari Minggu (25/7/2021).
Dilansir BBC, Presiden Kais Saied mengumumkan dia akan mengambil alih dan akan dibantu oleh perdana menteri baru untuk atasi masalah Covid-19.
Namun langkah yang diambilnya dianggap lawannya sebagai kudeta.
"Kami telah mengambil keputusan ini, sampai perdamaian sosial kembali ke Tunisia dan sampai kami menyelamatkan negara," kata Saied dalam pidato yang disiarkan televisi setelah pertemuan keamanan darurat di istananya, dikutip dari BBC.
Pada hari Minggu malam, pengunjuk rasa meletus dengan perayaan di berita Perdana Menteri Hichem Mechichi telah dipecat.
Ribuan orang telah berdemonstrasi menentang partai yang berkuasa di ibukota Tunis dan kota-kota lain, meneriakkan 'Keluar!', dan menyerukan agar parlemen dibubarkan.
Pasukan keamanan memblokir parlemen dan jalan-jalan di sekitar Avenue Bourguiba, pusat protes anti-pemerintah selama revolusi Tunisia tahun 2011.
Polisi menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa dan menangkap beberapa orang, dengan bentrokan pecah di beberapa kota lain.
Para pengunjuk rasa menyerbu kantor partai Ennahdha yang memerintah, menghancurkan komputer dan membakar markas lokalnya di Touzeur.
Partai tersebut mengecam serangan itu, menyalahkan 'geng kriminal' yang mencoba menumbuhkan kekacauan dan kehancuran.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: