Nenek Halma yang buta huruf menangis usai mendengar putusan hakim di PN Lubukpakam. (Indozone.id)
Bukannya untung hasil jual tanah, Nenek Halmah usia 86 tahun yang buta huruf dan anaknya nenek Siti Usnah 71 tahun malah buntung kena ditipu seorang makelar, mafia tanah.
Hasil penjualan pembebasan lahan tol seluas 1.273 M tidak bisa mereka nikmati, mereka hanya bisa maratapi nasib tinggal di gubuk sempit dekat jalur tol di tanah yang mereka miliki di tepi Jalan Perintis Kemerdekaan, Tanjung Morawa.
Upaya hukum pun terpaksa mereka tempuh hingga akhirnya ada secercah harapan mereka bisa menang gugatan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
"Gugatan penggugat dikabulkan," kata Majelis Hakim Rina Sembiring di Pakam, Kamis (17/6/2021).
Hardi Prayetno Lubis dan istrinya Nilawati menjadi pihak tergugat yang dinilai telah menipu nenek Halmah. Mereka berhasil memanfaatkan kelemahan nenek tersebut karena buta huruf.
Hakim menilai ada perbuatan melawan hukum dari para tergugat. Dalam putusan itu hakim menyatakan bahwa para tergugat wajib memberikan hak ganti rugi Rp 1,1 miliar uang yang dilarikan.
"Mengenai harta yang didapat dari uang hasil penipuan milik penggugat dikembalikan ke penggugat," kata hakim.
Rinto Maha kuasa hukum Nenek Halma menceritakan kronologi awal nenek tersebut mendapatkan ganti rugi atas lahan milik mereka senilai Rp 2,1 miliar dan anaknya Siti Usnah mendapat Rp 250 juta dari PT Jasa Marga.
Halmah dan Siti Usnah merupakan orang yang bekerja serabutan. Mereka buat huruf karena tidak mengenyam pendidikan.
Kondisi inilah yang membuat seseorang bernama Hardi Prayetno Lubis memperdaya mereka hingga uang ganti rugi sebesar Rp 1,1 miliar tersebut berpindah tangan kepada makelar tersebut.
Atas putusan tersebut Rinto Maha menilai kalau putusan dari hakim sudah tepat. Dia mengapresiasi putusan itu karena sudah memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
"Sepatutnya memang hakim bisa berempati atas kesulitan dr warga yang berperkara. Ini sesuai dengan perintah undang-undang kalau hakim harus bisa memberikan keadilan ke tengah masyarakat," kata Rinto.
Kata Rinto, sudah selahaknya hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: