INDOZONE.ID - China merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Negara yang sering disebut negeri tirai bambu ini, dikabarkan pada akhir-akhir ini, mengalami penurunan ekonomi.
Pada tahun 2023, terjadi PHK massal dan sepertiga karyawan di China mengalami penurunan gaji. Salah satu perusahaan properti nomor 1 di dunia asal China, yaitu Evergrande Group, bangkrut dengan utang setara Rp5.000 triliun.
Evergrande Group merupakan perusahaan properti terbesar di dunia yang berkaitan erat dengan sektor ketenagakerjaan di China. Di mana sekitar 12 persen tenaga kerja di China berhubungan dengan industri properti dan konstruksi.
Sejak tahun 2021, indeks pasar saham China mengalami penurunan sejumlah 6 triliun dolar atau sekitar Rp100.000 triliun. Penurunan ekonomi di China tidak hanya berdampak negatif bagi warga negaranya, namun berdampak juga kepada warga dunia.
Hal ini dibuktikan di tahun 2015 sampai 2019, saat China telah berhasil menyumbang lebih dari 30 persen pertumbuhan dunia, dua kali lipat lebih tinggi dari Amerika. Oleh karena itu, hal ini dapat diartikan bahwa melambatnya perekonomian China, berarti melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
Salah satu contoh dampaknya yaitu membuat turis China yang berlibur dan berbelanja ke luar negeri menjadi lebih sedikit, serta jumlah uang yang dipinjamkan oleh China untuk negara luar menjadi turun drastis.
Baca Juga: China Bantah Kirim Mata-mata ke Jerman dan Inggris: Itu Fitnah Jahat
Awal mula kisah ini terjadi yaitu di tahun 1985, pada saat itu hampir 40 persen penduduk China hidup dengan dapur umum, serta 70 persen rumah penduduk di perkotaan China tidak memiliki toilet.
Pada saat itu tidak ada insentif untuk membangun industri properti. Karena di China pada tahun 80-an perumahan adalah milik, hak, dan tanggung jawab pemerintah pusat dan BUMN.
Pada saat itu harga properti memang murah, biaya sewanya hanya sekitar 1-3 persen dari penghasilan bulanan, tetapi kualitasnya sangat rendah. Kemudian datanglah Deng Xiaoping yang membawa revolusi perumahan di China. Deng Xiaoping menambahkan satu pasal sederhana di bab 1 pasal 10, konstitusi RRT, tahun 1988 bahwasanya hak penggunaan lahan dapat dialihkan menurut hukum.
Sejak saat itu, pemerintah daerah berbondong-bondong menjual hak guna lahan ke developer properti, sehingga mendapat penghasilan baru yang besar bahkan mencapai 30 persen. Sedangkan pihak developer bisa membangun dan menjual properti ke masyarakat, sehingga memperoleh keuntungan untuk mendanai proyek berikutnya.
Dengan proyek-proyek properti yang membludak, banyak lapangan pekerjaan yang tersedia untuk masyarakat, serta bagi masyarakat kelas menengah China menjadi memiliki pilihan properti yang jauh lebih berkualitas dan juga punya peluang investasi baru.
Seketika sektor proyek properti ini, menjadi sangat penting bagi China. Bahkan sempat mencapai 30 persen dari sektor ekonomi dan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan China diawal tahun 2.000-an dengan rata-rata diatas 10 persen. Bahkan sekitar 12 persen tenaga kerja di China berhubungan dengan industri properti dan konstruksi. Evergrande Group, perusahaan properti terbesar di dunia asal China, yang didirikan oleh Hui Kai Yan pada tahun 1996.
Evergrande mulai membangun gedung apartemen di Kuang chou dan ekspansi secara besar-besaran dalam waktu yang sangat singkat, dengan cara mengambil utang sebanyak-banyaknya di bank lalu dipakai untuk membangun apartemen.
Hasil penjualan dari proyek apartemen tersebut, langsung dipakai untuk membangun proyek lain tanpa melihat terlebih dulu apakah penjualan proyek sebelumnya benar-benar berhasil atau tidak. Alhasil Evergrande tidak menyimpan modal yang cukup, hingga sampai pada saat itu harga properti mengalami kenaikan yang cukup besar.
Tetapi bukan karena supplainya kurang, melainkan para developer terus-menerus membangun sampai akhirnya kelebihan pasokan, dan bahkan sampai ada 90 juta unit kosong tak berpenghuni atau setara dengan penduduk Jerman dan Vietnam. Sedangkan di sisi demand, properti hanya dilihat sebagai aset investasi dengan return 15 sampai 25 persen per tahun.
Di tahun 2018, harga properti di Beijing melonjak setara dengan harga di Los Angeles, harga properti di Shenzhen setara dengan harga di Paris, dan harga properti di Shanghai setara dengan di London. Padahal rata-rata penghasilan penduduk China hanya 15 - 25 persen dari penduduk Amerika, Prancis, dan Inggris.
Baca Juga: Kunker ke China, Prabowo Tinjau Sekolah yang Beri Makan Siang Gratis
Oleh karena itu, warga China butuh bekerja 40-50 tahun untuk membeli 1 unit apartemen di kota metropolitan China. Sampai akhirnya pemerintah China mulai melihat meroketnya harga properti ini sebagai masalah, dikarenakan banyak penduduk yang tidak mampu membeli dan kenaikan harga ini terjadi di tengah supplai yang membludak.
Pemerintah China sadar, bahwa kenaikan harga yang terjadi tidak di dasari dengan nilai dan fungsi, melainkan hanya sebatas keyakinan bahwa akan memperoleh keuntungan secara terus-menerus di masa depan.
Untuk menormalkan situasi ini, pada Agustus 2020, pemerintah China menerapkan kebijakan three red lines, tetapi Evergrande tidak menjalani dua dari tiga aturan tersebut. Pada desember 2021, Evergrande tidak membayar utang obligasinya, namun investor dan kreditor asing percaya bahwa pemerintah China akan segera menyelematkan ekonominya dari krisis, namun ternyata hal itu tidak terjadi.
Pada akhirnya, di awal tahun 2024 Evergrande dinyatakan bangkrut dan wajib likuidasi. Cerita ini, bukan hanya terjadi pada Evergrande, namun pernah terjadi juga pada perusahaan properti terbesar China lainnya, seperti Country Garden, Sunak, Baoneng, dan Kaisa.
Dan inilah akhir dari ekonomi China yang bertumbuh sangat tinggi di awal tahun 2.000-an, hingga sekarang, sektor properti dan konstruksi yang sempat menyumbang hingga 30 persen dari ekonomi China tumbang, banyak pekerja yang terkena PHK dan menganggur.
Bahkan per April 2022, tingkat pengangguran tenaga kerja yang berusia 16 sampai 24 tahun hingga mencapai 20 persen, mereka terpaksa pindah ke luar kota dan mencari produk diskonan untuk memotong pengeluarannya.
Namun terlepas apapun yang terjadi, sektor properti China berhasil menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Saat ini, China sedang beralih ke sektor teknologi, manufaktur, dan jasa untuk menemukan sumber pertumbuhan cepat yang baru.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Chinadaily.com.cn