Kamis, 05 JUNI 2025 • 17:25 WIB

Respons Daop 6 Soal Warga Minta Diskresi Khusus dalam Polemik Beautifikasi Stasiun Lempuyangan dan Ganti Rugi Kelayakan Hidup

Author
 
INDOZONE.ID - Polemik mempercantik atau beautifikasi Stasiun Lempuyangan yang tengah dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) menuai keluhan dari warga yang telah puluhan tahun tinggal dan menggantungkan hidup di kawasan tersebut.
 
Mereka mengaku, kecewa atas pendekatan yang dinilai tidak manusiawi dan minim dialog dalam proses relokasi.

Atiek, salah satu warga yang telah menetap di kawasan tersebut selama lebih dari lima dekade, mengungkapkan kesedihannya atas perlakuan PT KAI.

Ia menilai, upaya pengosongan lahan yang dilakukan tanpa musyawarah adalah bentuk pengingkaran terhadap sejarah dan kontribusi warga, serta orang tua mereka yang ikut membesarkan PT KAI sejak awal berdiri.

"Orang tua kami turut andil dalam membesarkan PT KAI. Lalu sampai hari ini diperlakukan seperti ini rasanya jasa-jasa orang tua kami itu kok enggak ada artinya. Jadi, kalau tiba-tiba dengan cara pendekatan PT KAI yang sedemikian, rasanya sesuatu yang sangat enggak fair. Apalagi disini banyak yang sepuh," ucapnya sambil menahan tangis, dalam jumpa persnya didampingi Jubir beserta pendamping hukum dari LBH Yogyakarta, pada Kamis (5/6/2025).

Senada dengan Raka, Atiek bersama warga lainnya kembali menegaskan, mereka masih bersedia jika dilakukan diskusi melalui musyawarah mufakat.

"Kami adalah orang yang sebetulnya mau berembug. Tapi tolong perlakukan kami secara yang baik dan manusiawi. Lalu rumah ini juga kami rawat, tidak begitu saja kami tinggal di sini. Jadi, bagi kami disini terlalu banyak memori, terlalu banyak kenangan di sini yang keterikatan kepada kami," tutur Atiek.

"(Sekali lagi) Ada rembug, ada diskusi yang pantas, yang sama-sama porsinya kita bisa berkesempatan untuk menyampaikan aspirasi kami atau bahkan diakomodir. Jadi, tidak selalu kami yang menerima keputusan-keputusan yang tidak memihak pada kami sama sekali," sambungnya.

Warga lainnya, Wisnu yang pada lokasi itu berprofesi sebagai juru parkir mengaku putus asa, jika memang terjadi penggusuran untuk beautifikasi Stasiun Lempuyangan. Lantaran hanya diokasi itulah, dirinya dapat menopang hidup keluarganya.

"Mereka ini tidak pernah memikirkan perasaan kita dan masa depan kita. Ketika kita mengambil ini, kita suruh pergi, lali kita mau hidup dari mana. Sementara ini, saat ini, warga banyak lagi yang hidup di sini itu menggantungkan hidup dari parkir. Mereka dapat 100 ribu hingga 150 ribu perhari kan bisa untuk makan untuk hidup," ucapnya.
 
BACA JUGA: Didatangi Warga Terdampak Wacana Penggusuran Kawasan Stasiun Lempuyangan, DPRD DIY : Jangan Sampai Ada yang Terlantar

"Nah, sekarang kalau misalkan tiba-tiba kita diusirlah istilahnya tidak ada tempat tinggal, tidak ada tempat usaha, (mohon maaf) kemudian kita terus-terusan jadi gelandangan. Tidak ada penghasilan, tidak ada tempat tinggal. Mereka tidak memikirkan itu," lanjutnya.

Kendati begitu, Wisnu berharap para pemangku kepentingan tersebut ada itikad baik kepada warga. Termasuk memberikan bantuan usaha dan tempat tinggal yang layak.

"Harusnya kan sebelum ada SP segala macam, harus ada dulu kesepakatan bersama, utamanya bagaimana kelanjutan hidup warga ini mendapatkan tempat tinggal, ganti rugi atau ganti untung, dan tempat usaha," harap Wisnu.

"Kita kan juga berharap, begitu mereka hendak melaksanakan beautifikasi nantinya, mungkin ada kios-kiosnya kan. Nah mungkin (kios-kios) itu warga bisa dikasih satu-satu. Jadi, kita pergi dari sini, ada tempat usaha yang untuk kelanjutan hidup," lanjutnya.

Wisnu yang telah lama tinggal dilokasi itu selama 50 tahun, selama hidupnya hanya menggantungkan dari pekerjaannya sebagai juru parkir dilokasi itu. Ia juga meyayankan Kraton Yogyakarta belum ada sikap tegas terhadap permasalahan yang dihadapi 14 Kepala Keluarga (KK) tersebut.

"Terus terang kita hidup penghasilan kita dari tempat parkir, itu pun juga istilahnya tidak berlebih , hanya bisa hidup untuk satu bulan itu juga Alhamdulillah. Selama ini tidak ada dari PT KAI mengerti terhadap perasaan dan bagaimana nanti kita hidup. Bahkan, mohon maaf, Kraton pun kayaknya juga ikut berperan dalam mengusir kita dari sini ada perannya. Tidak ada, kalau mereka bilang jadi penengah atau mediator," ucap Wisnu.

"(Sekali lagi) Harapan kita, yang pertama kalau misalkan kita memang tidak dikasih untung ya paling tidak tempat yang layak. Yang kedua, dikasih atau tempat usaha yang bagus, yang layak setidaknya penghasilannya hampir sama dengan apa yang kita tinggalkan," pungkas Wisnu.

Sementara itu, sebagai pendamping hukum Warga Lempuyangan dari LBH Yogyakarta, Raka Ramadan, menegaskan, persoalan ini tidak bisa disamakan dengan konflik lahan KAI di daerah lain.

“PT KAI Daop 6 Yogyakarta harus melakukan pendekatan yang lebih khusus, dengan berbeda konflik-konflik PT KAI di daerah yang lain. Kalau di daerah lain, KAI mengklaim tanah dan bangunan sebagai milik perusahaan. Tapi di kasus ini, kalau KAI mengaku memiliki tanah atau bangunan, harus jelas legalitas dan silsilahnya. Jadi kami perlu ada diskresi di internal PT KAI Daop 6 maupun pusat untuk menanggapi kasus ini,” ujar Raka.

Raka juga menyoroti, warga transparansi informasi terkait surat keputusan arah, serta prosedur kebijakan perusahaan yang dianggap kurang jelas dalam proses sosialisasi.

Respons Daop 6 Yogyakarta


Menganggapi hal itu, Humas PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Manager Humas Daop 6 Yogyakarta Feni Novida Saragih, menjelaskan, KAI dalam menyelesaikannya sudah menjalankan semua tahapan sesuai dengan prosedur perusahaan, termasuk sosialisasi dan mediasi yang difasilitasi pihak Keraton Yogyakarta.

"KAI dalam proses ini semua melaksanakan sesuai prosedur yang berlaku di perusahaan. Kita sudah melakukan sosialisasi dan mediasi. Saat kesepakatan belum tercapai, kita kirimkan surat peringatan pertama. Setelah tenggat waktu tidak terpenuhi, kita lanjutkan ke SP2, dan nanti SP3 jika masih belum ada tindak lanjut," ujar Feni saat ditemui di kantornya, Kamis (5/6/2025).

BACA JUGA: Polemik Rencana "Beautifikasi" Stasiun Lempuyangan, DPRD Kota Yogya Akan Bantu Warga Temui GKR Mangkubumi Urus "Kekancingan"

Ia juga menegaskan, ongkos bongkar bangunan telah disampaikan kepada warga, dan sesuai dengan surat arah. Sedangkan terkait permintaan warga, agar ada ganti usaha pun tidak dapat dipenuhi karena tidak sesuai dengan prosedur perusahaan.

“Ongkos bongkar sudah disampaikan saat sosialisasi. Tapi soal rekomendasi ganti usaha itu tidak sesuai dengan prosedur KAI. Kita tetap berpedoman pada aturan yang berlaku di pusat,” jelasnya.

Sesuai jadwal yang telah ditetapkan, warga diminta untuk mengosongkan area hingga batas akhir 30 Juni 2025. Jika tidak, proses pengosongan akan dilanjutkan dengan mekanisme resmi perusahaan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Liputan Langsung