Rabu, 04 JUNI 2025 • 19:20 WIB

Jumlah Kelahiran di Jepang pada 2024 Turun di Bawah 700 Ribu untuk Pertama Kalinya

Author

Bayi-bayi beristirahat di dalam kereta dorong mereka di tengah hamparan bunga poppy Islandia yang sedang mekar penuh di Taman Peringatan Showa, Tokyo, pada 6 Mei 2013.

INDOZONE.ID - Untuk pertama kalinya dalam sejarah pencatatan modern, jumlah kelahiran di Jepang pada 2024 tercatat di bawah angka 700.000. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah pada Rabu (4/6/2025), hanya ada 686.061 bayi yang lahir sepanjang tahun lalu.

Ini merupakan penurunan sebanyak 41.227 kelahiran dibandingkan tahun 2023 dan menjadi rekor terendah angka kelahiran Jepang sejak statistik resmi mulai dihimpun pada tahun 1899.

Fenomena ini menandai semakin dalamnya krisis kelahiran di Jepang 2024, sebuah masalah yang telah lama menjadi perhatian publik dan pemerintah.

Baca Juga: Pemerintah Korea Tersenyum! Angka Kelahiran Meningkat untuk Pertama Kalinya dalam 9 Tahun

Jepang kini menghadapi kenyataan pahit sebagai negara dengan populasi tertua kedua di dunia setelah Monako, menurut data Bank Dunia.

Perdana Menteri Shigeru Ishiba bahkan menyebut kondisi ini sebagai “darurat yang sunyi” (silent emergency).

Ia berjanji akan memperluas kebijakan pro-keluarga seperti jam kerja fleksibel dan dukungan bagi pasangan muda agar mereka lebih percaya diri untuk memiliki anak.

Baca Juga: Korea Selatan Catat Lonjakan Kelahiran dan Pernikahan Tertinggi dalam 12 Tahun Terakhir

Selain angka kelahiran yang menurun drastis, data dari Kementerian Kesehatan Jepang juga menunjukkan bahwa tingkat kesuburan yakni rata-rata jumlah anak yang dimiliki seorang perempuan turun ke angka 1,15. Ini merupakan catatan terendah sepanjang sejarah Jepang.

Sementara itu, jumlah kematian di tahun 2024 mencapai sekitar 1,6 juta jiwa, meningkat 1,9 persen dibanding tahun sebelumnya.

Jika tren ini terus berlanjut, maka tak bisa dipungkiri bahwa populasi Jepang menurun drastis dan akan berdampak besar terhadap perekonomian, pasar tenaga kerja, hingga keberlangsungan sistem jaminan sosial.

Perdana Menteri Ishiba juga menekankan pentingnya menghidupkan kembali wilayah pedesaan yang kini sebagian besar dihuni oleh lansia.

Lebih dari 20.000 komunitas di Jepang terdiri dari penduduk yang mayoritas berusia di atas 65 tahun, menurut Kementerian Dalam Negeri.

Desa-desa ini kini menghadapi risiko ditinggalkan sepenuhnya karena tidak ada generasi muda yang menetap.

Selain itu, Jepang juga mengalami kekurangan tenaga kerja yang semakin parah.

Dengan populasi yang semakin menua dan kebijakan imigrasi yang ketat, negara ini menghadapi tantangan berat dalam menjaga keberlangsungan sektor ekonomi dan industri.

Negara tetangga Jepang, Korea Selatan, juga menghadapi masalah demografi yang tak kalah serius. Tahun 2024, tingkat kesuburan di Korea Selatan tercatat sebesar 0,75% bahkan lebih rendah dari Jepang.

Meskipun begitu, ada sedikit peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya karena adanya kenaikan angka pernikahan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: New York Post

Author
TERPOPULER
TAG POPULER
BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU
Tentang Kami Redaksi Info Iklan Kontak Pedoman Media Siber Kode Etik Jurnalistik Pedoman AI dari Dewan Pers Karir