Karena belum ada kejelasan itu, Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan khawatir para karyawan akan kehilangan sumber penghidupan utama.
Hal ini dapat mengakibatkan termasuk ehilangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan anak, kesehatan, dan tempat tinggal.
"Selain itu, kondisi mental yang memburuk, karena ketidakpastian status kerja dan masa depan. Dan khawatir meningkatnya kerentanan buruh yang erpaksa bekerja di sektor informal tanpa perlindungan atau terjerat utang," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Rabu (21/5/2025).
Untuk itu, dalam Perspektif HAM, menurut dia negara dan perusahaan wajib hadir untuk mengurangi potensi-potensi tersebut di atas.
Lebih rinci, ujar Irsad, setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. (Pasal 27 UUD 1945 & ICESCR).
Kemudian dilindungi dari pemutusan hubungan kerja (PHK). Serta dapat menikmati jaminan sosial ketika mengalami risiko kehilangan pekerjaan.
Irsad meminta agar pemerintah dan perusahaan memastikan tidak PHK massal sebagai dampak bencana kebakaran ini.
"Dalam konteks ini apabila perusahaan merumahkan karyawan tanpa batas waktu, pemerintah harus pastikan perusahaan tetap harus membayar upah dan iuran jaminan sosial. Dan teruntuk Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) harus memastikan buruh tetap mendapatkan hak dasar/normatif. Tak lupa untuk selalu mengawasi dan membina perusahaan agar tidak lalai," pesannya.
2. Kepastian Pembayaran hak minimum seperti upah, BPJS Kesehatan dan BPJS Naker
3. Transparansi rencana pemulihan.
4. Pemerintah mengadakan pelatihan kerja bagi pekerja terdampak dan membuka pekerjaan sementara
"Dalam jangka panjang, negara perlu memperkuat perlindungan terhadap buruh terdampak bencana industri," tegas Irsad.
Diketahui, pada dini hari 21 Mei 2025 kebakaran melanda pabrik garmen di Balong, Ngaglik, Sleman.
Api diduga berasal dari salah satu ruang produksi di bagian belakang. Setidaknya ada tujuh mobil pemadam kebakaran diturunkan untuk membantu memadamkan api.