Sabtu, 26 APRIL 2025 • 22:34 WIB

Dedi Mulyadi Undang Remaja Yang Kritik Dirinya di Media Sosial karena 'Digusur' dan Dilarang Study Tour

Author

Dedi Mulyadi Undang Remaja Yang Kritik Dirinya di Media Sosial, Netizen Dibuat Geram!

INDOZONE.ID - Beberapa waktu lalu, seorang remaja perempuan di Kabupaten Bekasi menjadi sorotan setelah mengkritik kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melalui media sosial. Kritik itu muncul usai rumahnya yang berada di bantaran kali digusur, sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam mengatasi banjir tahunan di wilayah tersebut.

Unggahan kritik tersebut disampaikan remaja itu melalui akun TikTok-nya pada Senin (21/4/2025). Menanggapi hal itu, Dedi Mulyadi mengundang warga terdampak, termasuk remaja tersebut, dalam sebuah pertemuan yang terekam dalam video di kanal YouTube ‘Kang Dedi Mulyadi Channel’ pada Sabtu (26/4).

Dalam kesempatan itu, Dedi tidak hanya membahas soal penggusuran, tetapi juga menyinggung pendapat remaja tersebut mengenai larangan kegiatan perpisahan atau study tour di sekolah.

Dedi mengungkapkan keheranannya, sebab di tengah banyaknya orang tua yang keberatan dengan biaya study tour, justru ada siswa yang menolak larangan tersebut.

YouTube.com/Kang Dedi Mulyadi Channel

“Banyak rakyat miskin, nggak punya rumah lagi, rumahnya di bantaran kali, tapi sekolahnya gaya-gayaan ada wisuda," sindir Dedi.

Ia pun mempertanyakan apakah kenangan sekolah hanya bisa dibangun lewat acara perpisahan. "Kalau tanpa perpisahan, apa akan kehilangan kenangan? Kenangan itu bukan pada saat perpisahan, kenangan itu tercipta selama proses belajar selama tiga tahun," jelasnya.

Dalam video berdurasi 33 menit itu, remaja perempuan tersebut tetap mempertahankan pendapatnya. Ia menyatakan bahwa acara perpisahan penting untuk mempererat kebersamaan antar teman.

“Enggak juga sih, Pak. Saya ngerasa kalau sudah lulus, tanpa ada perpisahan, kita enggak bisa kumpul bareng atau ngerasain interaksi sama teman-teman,” jawabnya.

Dedi kemudian menyoroti cara remaja ini menyampaikan kritik. Menurutnya, kritik sebaiknya diarahkan pada kebijakan yang membebani rakyat secara ekonomi, bukan soal larangan kegiatan seremonial.

"Harusnya speak up-nya begini, kritik gubernur karena gubernur membebani rakyat, sekolah harus bayar iuran, kritik gubernur karena membiarkan orang tua dibebani untuk pembayaran sekolah, kritik gubernur karena membiarkan banjir, saya senang. Ini kritik gubernur karena gubernurnya melarang perpisahan" tegas Dedi.

Ia juga menekankan bahwa banyak orang tua terpaksa berutang demi membiayai study tour anak-anak mereka, yang justru memperparah beban ekonomi keluarga.

YouTube.com/Kang Dedi Mulyadi Channel

Respons netizen pun ramai di kolom komentar YouTube Dedi. Banyak yang menyayangkan sikap remaja tersebut.

"Maluuu lihat murid dan orang tua kaya gini," tulis akun @agusapriliana6329.

"SIAPA YANG GEMESSSSSSS," komentar akun @NC.channel.

Ada pula netizen yang membagikan pengalaman pribadinya saat menjadi korban penggusuran di masa jabatan Dedi sebagai Bupati Purwakarta. Ia menyatakan menerima keputusan tersebut dengan lapang dada karena sadar tinggal di tanah negara tanpa izin.

"Saya dan keluarga — ayah, ibu, serta adik-adik — pernah tinggal di sebuah tanah negara di daerah Cilodong, yang kami sebut Kebon Jati. Itu sekitar tahun 2006 sampai 2009. Tempatnya sederhana, tapi penuh kenangan buat kami. Waktu itu, setelah KDM menjabat sebagai bupati, keluar aturan bahwa semua bangunan di atas tanah negara harus dibongkar.

Kami sekeluarga menerimanya dengan lapang dada, meski kenyataannya berat. Kami nggak punya rumah sendiri, jadi setelah itu, kami harus hidup berpindah-pindah, ngontrak di sana-sini. Tapi dari awal, kami sadar diri.

Kami tinggal di tanah yang bukan milik kami, tanpa izin, tanpa bayar. Selama bertahun-tahun dibiarkan tinggal di sana saja sebenarnya sudah sebuah keberuntungan besar. Bayangin aja, kalau negara mau menuntut, bisa jauh lebih rumit.

Coba deh pikirin: kalau halaman rumah kamu tiba-tiba dibangun saung atau rumah sama orang asing, terus mereka tinggal seenaknya di situ, apa kamu nggak keberatan? Begitu juga dengan tanah negara." Tulis akun @Gasskeun573 membagikan pengalamnnya.

Dedi sendiri menegaskan bahwa kegiatan perpisahan tetap bisa dilaksanakan secara kreatif tanpa memberatkan keuangan orang tua.

Ia mendorong agar kegiatan tersebut dikelola oleh OSIS atau organisasi siswa dengan konsep yang sederhana dan mandiri, seperti pertunjukan musik, tari, atau karya sastra di lingkungan sekolah.

“Siswa bisa mengumpulkan iuran secara wajar di antara mereka sendiri tanpa melibatkan sekolah secara institusional,” ujarnya.

Sebagai pejabat publik, Dedi menekankan bahwa prioritas utamanya adalah membangun kualitas pendidikan anak-anak di Jawa Barat agar mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.

“Tugas saya adalah membentuk generasi muda Jawa Barat yang tangguh, cerdas, dan mampu bersaing dengan bangsa lain,” tutupnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: YouTube.com/Kang Dedi Mulyadi Channel