Dibuka Langsung Sultan HB X, Ini Dia Pameran "Hamong Nagari" : 15 Jenis Busana Abdi Dalem dipamerkan
INDOZONE.ID - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali menghadirkan pameran temporer awal tahun dengan tema “Hamong Nagari” yang berlangsung di Kagungan Dalem Pagelaran Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Pameran diresmikan langsung secara resmi dibuka Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X pada Jumat (7/3/2025). Dan mulai dibuka hari ini tanggal 8 Maret 2025 hingga 17 Agustus 2025.
Pameran ini juga digelar dalam rangka memperingati Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10.
Dalam pembukaan pameran tersebut menampilkan sekitar 15 busana para abdi dalem Keraton sejak pertama kali berdiri hingga kini.
Busana yang ditampilkan ini sebagian besar jarang ditemui lantaran merupakan hasil rekonstruksi yang bersumber dari berbagai arsip dan manuskrip kuno.
Yang menarik pada saat memperagakan busana kebesarannya, para abdi dalem tidak diiringi gamelan musik gamelan, melainkan alunan vokal acapella dari Royal Choir.
Alasannya tidak pakai gamelan, dijelaskan GKR Bendara selaku Pengageng Nitya Budhaya, sesuai tradisi yang berlaku di Keraton Yogyakarta, selama bulan puasa tidak diperkenankan dibunyikan gamelan sehingga sesuai arahan Pengageng Kridha Budaya, maka peragaan busana para abdi dalem tersebut menggunakan alunan vokal acapella.
"Pembukaan pameran ini biasanya juga dilakukan pada malam hari dengan tarian. Tetapi mulai tahun ini dan mungkin sampai 3 tahun ke depan suasananya akan seperti ini," ujar GKR Bendara sambutannya.
Lanjut GKR Bendara menjelaskan bahwa dalam proses membangun kerajaannya pasca perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I membentuk kelompok-kelompok aparatur negara sebagai kelengkapan dari pemerintahan.
BACA JUGA Penting buat Pengusaha, Pameran Franchise bisa Mendorong Pertumbuhan Bisnis
Menurutnya, pembentukan kelompok aparatur negara ini bukan sekadar persoalan pemerintahan, namun juga menjadi representasi dari lembaga-lembaga penyokong kedaulatan secara adat, pemerintahan, militer, hingga aspek spiritual simbolis.
"Pasca Perang Jawa pada pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, keterbukaan ekonomi di DIY membawa angin segar pada pembangunan. Konsekuensinya adalah terjadi pembentukan lembaga baru untuk mengatur tata pemerintahan yang semakin rumit," ungkap GKR Bendara.
Sejak Sri Sultan Hamengku Buwono VII hingga Sri Sultan Hamengku Buwono IX, tepatnya sebelum Jepang masuk Indonesia, terdapat 113 kelompok Aparatur Nagari Ngayogyakarta. Hingga pasca kemerdekaan tepatnya usai Agresi Militer Belanda II, menjadi titik balik Aparatur Nagari Ngayogyakarta sampai saat ini.
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan HB X turut menyampaikan, tajuk ” Hamong Nagari” ini sekaligus menjadi ruang untuk menelusuri jejak panjang eksistensi aparatur Nagari Ngayogyakarto.
"Merekalah yang ikut menghidupi dan menjaga kelestarian keraton. Sejarah keraton juga tentang mereka yang mengabdikan kehidupan. Artinya, ini merupakan simbol kewibawaan dan kawiryan yang mencerminkan ajining diri ono ing lathi, ajining rogo ono ing busono (harga diri seseorang ada pada ucapan, harga diri raga ada di pakaian),” kata Sultan dalam sambutannya.
Dalam tatanan Keraton Ngayogyakarta, kata Sultan, aparatur nagari adalah representasi dari harmoni antara pemimpin dan rakyat.
"Mereka adalah makna terakhir manunggaling kawula lan gusti sekaligus jembatan yang menghubungkan antara kepemimpinan dan pengabdian," imbuh Sultan.
Sehingga, Sultan berharap pameran ini mampu menjadi sebuah ikhtiar untuk memahami, menghayati, serta meresapi kembali nilai-nilai dharma bakti yang telah diwariskan sejak ratusan tahun lalu.
Kemudian, hal menarik lainnya adalah wastro Palawija yang digunakan oleh abdi dalem yang memiliki kelainan fisik.
BACA JUGA Sultan HB X Beri Dua Kesepakatan Terhadap Konflik Suku Madura dan Papua di Jogja
“(Wastro Abdi Dalem Palawija) berdasarkan data dan fakta yang sudah dilaksanakan di Hamengku Buwono sebelumnya. Saat ini ditonjolkan dan, ditampilkan kembali untuk mengingatkan masyarakat bahwa Kesultanan Yogyakarta memiliki perhatian terhadap masyarakat lainnya,” kata Carik Kawedanan Tandayekti Keraton Yogyakarta, Kanjeng Mas Tumenggung Somarto Wijoyo.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung