Selasa, 30 JULI 2024 • 17:28 WIB

Kasus Penyerobotan Lahan Bencongan Belum Tuntas, Dirut PT SSS Ungkap Dugaan Oknum Pejabat Terlibat

Author

Ilustrasi Lahan Tanah.

INDOZONE.ID - Direktur Utama (Dirut) PT Satu Stop Sukses (SSS), Kismet Chandra, kembali menyampaikan sejumlah bukti ihwal dugaan keterkaitan oknum staf dari Ditjen Perkebunan, Pemkab Tangerang, dan BPN Tangerang, dalam kasus dugaan penyerobotan lahan berupa 1 blok tanah seluas 14 Ha, di Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang.

Dia juga menyebut dugaan yang sama terhadap sejumlah oknum anggota kepolisian, yang dinilai mengulur-ulur waktu penyelidikan karena diduga ikut mendapatkan keuntungan.

Adapun obyek lahan dalam kasus ini terkait area tanah seluas 14 Ha, yang berada di Kelurahan Bencongan, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Lahan ini terdiri atas tanah milik negara seluas 5,5 Ha, dan 8,5 Ha dari pemilik dari 162 kavling tanah ber-SHM/SHGB.

Baca Juga: Sengketa Tanah Perkebunan di Tangerang, PT SSS Harap Ada Penyelesaian

Kismet menjelaskan, masalah yang dia hadapi berupa pemblokiran 1 korporasi sejak tahun 1994, dan penghadangan 1 ormas sejak 2014. Ada sejumlah poin penting yang disampaikan Kismet terkait hal ini, sebagai berikut.

“Sejumlah staf Ditjen Perkebunan, pejabat Pemkab Tangerang, dan 1 perusahaan swasta, telah mengadakan ruislaag 1 bidang tanah pemakaman milik negara di Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang yang dibangun tahun 1986," kata Kismet dalam pernyataan tertulis yang diterima, Selasa (30/7/2024).

Denah tanah yang diduga menjadi lokasi penyerobotan lahan di kawasan Bencongan, Tangerang.

Adapun luas tanah yang di-ruislaag atau take over adalah satu bidang tanah pemakaman 50x80m, atau seluas 4000 meter persegi. Kemudian pada 20 Maret 2007 via surat No. 571/PL.230/E.1/3/2007 Ditjen Perkebunan telah mengajukan permohonan penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial di Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan seluas 14 Ha kepada Pemkab Tangerang.

"Berdasarkan surat Pemkab Tangerang No. 690... tanggal 16 April 2019, isinya berupa keterangan bahwa 14 Ha tanah PSU (Prasarana, Sarana, dan Utilitas) kavling Ditjen Perkebunan tidak tercatat sebagai aset daerah Kabupaten Tangerang. Sudah jelas, tanah PSU 14 ha yang di dalamnya ada tanah pemakaman 50x80=4000m2 tersebut sampai tanggal 16 April 2019 masih bukan asset daerah Kabupaten Tangerang,” kata Kismet.

Baca Juga: Panglima TNI Curhat ke Yusril soal Sengketa Tanah dengan Warga

Hanya saja, terang dia, pada 28 Desember 2020, tanah pemakaman tersebut telah diadakan tukar menukar dengan tanah di TPU Bojong Nangka luasnya 3.475m2, dengan surat serah terima No. Pihak Kesatu. 36/TP3T/XI/2019 dan No. Pihak Kedua. 469.1/4466-DPPP/2020 tanggal 28 Desember 2020, yang diterima oleh Pemkab Tangerang.

Kismet menduga dalam hal ini terjadi pelanggaran terhadap pasal 385 KUHP dan UU Korupsi.

"Terkecuali pada waktu antara tanggal 16 April 2019 sampai 28 Desember 2020 Pemkab Tangerang telah menerima 14 Ha tanah fasos fasum yang diajukan penyerahan oleh Ditjen Perkebunan pada tanggal 20 Maret 2007 tersebut," ucapnya.

Tanah tersebut, juga ditukarkan dengan tanah di TPU Bojong Nangka luas 3.475m2 milik PT. Bina Sarana Mekar. Padahal, kata Kismet,Pemkab Tangerang belum memiliki tanah pemakaman 50x80=4000m2 tersebut.

"Pemkab Tangerang tidak mempunyai hak mengadakan ruislaag dengan tanah milik PT. Bina Sarana Mekar di TPU Bojong Nangka. Dengan sendirinya ruislaag-nya menjadi cacat hukum, dan pelakunya telah melanggar hukum," tambah Kismet.

Lebih lanjut Kismet menjelaskan, luas tanah yang ditukar di TPU Bojong Nangka luasnya hanya 3.475m2, lebih kecil 525m2. Begitu juga tanah di Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang jauh lebih mahal dibandingkan tanah pemakaman di TPU Bojong Nangka. Atas hal ini, Kismet menduga adanya pelanggaran terhadap UU Korupsi.

"Itulah bukti-bukti sejumlah pejabat tinggi dari Pemkab Tangerang dan Ditjen Perkebunan tidak ingin mengadakan penyelesaian penyerobotan satu blok tanah seluas 14 Ha di Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang. Jika diadakan penyelesaian, pelakunya bisa masuk penjara,” jelas Kismet.

Ditjen Perkebunan, tutur dia, dalam hal ini Panitia Perkavlingan Perkebunan, membentuk Tim Penyelesaian Perkavlingan Perkebunan Tangerang (Tim 3).

Baca Juga: KAI Akan Lakukan Upaya PK Terhadap Putusan Kasasi Terkait Sengketa Tanah di Kel. Garuda

Tim ini telah berupaya menindaklanjuti Surat dari Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Nomor 571/PL.230/E.1/3/2007 tertanggal 20 Maret 2007, perihal penyerahan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial, untuk menyerahkan lahan-lahan yang diperuntukkan sebagai sarana fasos fasum tersebut kepada pihak pemerintah daerah, baik kepada pihak Pemda Kabupaten untuk lahan yang terletak di wilayah Kabupaten, maupun kepada Pemda Kota Tangerang untuk lahan yang terletak di wilayah Kota Tangerang.

Tim 3 juga telah melakukan kerja sama dengan pihak pengembang PT. Bina Sarana Mekar (PT. BSM), karena bidang tanah tersebut berada di dalam areal/wilayah komplek perumahan Palem Semi yang pihak pengembangnya adalah PT. BSM.

Ilustrasi sengketa tanah. (Pixabay/Brenkee)

Karena Dinas Perumahan, Pemukiman, dan Pemakaman Kabupaten Tangerang menganggap tanah tersebut sudah tidak layak jadi pemakaman, dan karena lokasi lahan tersebut berada di area milik PT. Bina Sarana Mekar, maka dilakukan ruislaag atas lahan pemakaman tersebut.

"Oleh Tim 3, melalui bantuan dari Pihak Pengembang, sarana Taman Pemakaman Umum yang terletak di Desa Bojong Nangka, Kel. Bojong Nangka, Kec. Kelapa Dua, Kab. Tangerang tersebut telah selesai diserahterimakan kepada pihak Pemda Kabupaten Tangerang," kata Kismet.

Baca Juga: Ditetapkan Jadi Lokasi Ibu Kota Baru, Kasus Sengketa Tanah Bermunculan di Daerah Ini

Namun, kata Kismet, pernyataan tim Ditjen Perkebunan bertolak belakang dengan isi Surat Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan No. 5455/HM.170/E1.4/2022 tanggal 14 April 2022 point 12, yang menyatakan bahwa 'Sejak awal pengadaan tanah tersebut tidak menggunakan APBN/Pemerintah sehingga bukan merupakan aset Direktorat Jenderal Perkebunan'.

"Karena 14 Ha tanah fasos fasum tersebut bukan milik Ditjen Perkebunan, dengan sendirinya Bapak Dirjen Perkebunan tidak berhak menerbitkan surat tugas No. 1561/KP.310/E/10/2015 tanggal 28 Oktober 2015, dan Tim Ditjen Perkebunan tersebut secara otomatis tidak berhak melakukan ruislaag dengan Pemkab Tangerang, maupun kerjasama dengan PT. Bina Sarana Mekar," kata Kismet.

Dia menyebut, perbuatan tersebut melanggar pasal 385 KUHP dan UU Korupsi. Selain itu, tanah pemakaman 50x80=4000m2 digali 3 meter itu mengakibatkan Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang terbelah 2, dengan bagian selatan tidak ada jalan masuk.

Hal ini, kata Kismet, diduga melanggar pasal 192 KUHP.

"Itulah bukti-bukti sejumlah pejabat tinggi dari Pemkab Tangerang dan Ditjen Perkebunan tidak ingin adakan penyelesaian penyerobotan 1 blok tanah seluas 14 Ha di Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang. Jika diadakan penyelesaian, pelakunya bisa masuk penjara. ” tambah Kismet.

Pada 2021, lanjut dia, staf BPN Kota Tangerang telah menerbitkan 1 sertifikat atas nama PT. Bina Sarana Mekar di tanah pemakaman hasil ruislaag tersebut.

Namun, Kismet menyebut sertifikatnya salah letak, salah luas, salah lokasi, salah nama tempat, dan salah kepemilikannya.

Di sertifikat, luasnya 3.029m2, namunluas tanah pemakamannya adalah 4000m2 dengan dimensi 50x80. Tanah tersebut letaknya di Kabupaten Tangerang. BPN Kota Tangerang tidak berhak menerbitkan sertifikat untuk tanah di luar wilayah Kota Tangerang.

Selain itu untuk tanah fasos fasum berupa jalan, penghijauan, pemakaman, pertamanan, dan lainnya, harus segera diserahkan kepada Pemda setempat setelah selesai.

"Yang jelas tidak memiliki legal standing dikarenakan setelah Hak Milik Kavling Karyawan Dirjen Perkebunan tahun 1986, tanah fasum-fasos yang ada disekitarnya otomatis sudah harus diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Tangerang, berdasarkan Permendagri Nomor 1 Tahun 1987," kata Kismet.

"Sehingga perjanjian yang dilakukan Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan pada saat tahun 1996 berdasarkan Nomor perjanjian PL.210/Ea.2609/12.96 yang ditandatanganin oleh Ir. Ahmad Mangga Barani dan PT Bina Sarana Mekar adalah Lanny Widjaja cacat hukum, sehingga bisa dikatakan perjanjian tersebut telah melanggar hukum," tutur Kismet.

Ilustrasi Lahan Tanah.

Kismet mengaku telah mengirimkan surat selaku Dirut PT. SSS pada 17 Juli 2024 dengan No. 023/SSS/VII/2024, pada Kepala BPN Kota Tangerang. Namun, Kismet menyebut hingga saat ini surat itu belum mendapat tanggapan.

Kismet mengatakan, sudah ada banyak laporan terkait hal ini sejak 2016. Namun, kata dia, prosesnya berjalan lamban.

"Sejak 2016 pengukuran dan pengembalian batas telah dilakukan 3 kali. Polisi sering sekali memberikan alasan pemilik tanah tidak bisa menunjukkan batas-batas. Jika pemilik tanah tidak bisa menunjukkan batas, bagaimana BPN Tangerang telah adakan 3 kali pengembalian batas dan penerbitan gambar ukur yang akurat dan akuntabel?" kata Kismet.

Padahal, kata dia, batasnya mudah dilakukan. Patokannya adalah kabel tegangan tinggi PLN bawahnya adalah tanah pemakaman seluas 4000m2 yang dimaksud. Ke arah selatan 25 meter.

Di samping batas tanah pemakaman tersebut ke selatan terdapat jalan untuk kavling nomor C 436, 437, 438, 439, 440, 441. Masing-masing lebar 11 meter menghadap jalan di depannya yang terletak di antara 6 kavling tanah tersebut dengan batas tanah pemakaman yang bagian selatan.

Petugas juga dapat mendatangkan juru ukur untuk mengembalikan batas, yang bisa diselesaikan dalam waktu 2-3 hari. Namun proses mudah ini, kata Kismet, justru tidak rampung.

Padahal, aparat kepolisian juga memiliki SOP penyidikan, dengan waktu 120 hari untuk perkara sangat sulit, 90 hari untuk perkara sulit, 60 hari untuk perkara sedang, dan 30 hari untuk perkara mudah.

"Karena penanganannya sengaja dibikin lama, sehingga kasusnya sering sekali terlupakan, apalagi penyidiknya atau petinggi polisinya yang menangani dimutasi. Penggantinya yang tidak tahu peristiwanya sama sekali, hanya mendapat cerita dari bawahannya," tutur Kismet.

Kismet pun berharap, para pejabat terkait dari KPK, Polri, Kemenkopolhukam, BPN, hingga pejabat Pemkab Tangerang, dapat membantunya mengakhiri kasus penyerobotan lahan tersebut.

"Kami mohon dibantu akhiri kasus penyerobotan tanah tersebut di atas secara marathon, tidak pandang bulu, dan tidak mengulur-ulur waktu lagi. Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Prabowo Subianto Presiden periode 2024-2029, bisa adakan pemantauan dan pemberian petunjuk agar kasusnya cepat selesai," harap Kismet.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Press Release