Gadis Difabel Meninggal Hangus Terbakar, Tinggal Seorang Diri Karena Dianggap Suka Ngamuk
INDOZONE.ID - Kondisi tragis dialami Adindasari (19) warga Dusun Gumuklimo, Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Jember.
Anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan suami istri Santo dan Siti Fatimah itu. Ditemukan meninggal hangus terbakar seorang diri, di dalam kamar rumahnya sekitar pukul 03.00 WIB, Kamis dini hari (18/7/2024) kemarin.
Terkait kondisi yang dialami korban yang akrab disapa Dinda itu semasa hidup.
Baca Juga: Kronologi Gadis Difabel Meninggal Hangus Terbakar: Tinggal Seorang Diri
Ibu kandungnya Siti Fatimah (43) dan tetangga dekatnya rumah, memberikan penjelasan dan membenarkan alasan hidup yang dialami Dinda seorang diri di rumah peninggalan kakek-neneknya, yakni Misnawar dan Poniyem.
"Kondisi anak saya seperti itu (difabel) gara-gara step (kejang-kejang karena panas tinggi). Sejak masih dibedong umur 4 harian. Kita tidak tahu saat itu kalau step," kata Fatimah saat dikonfirmasi di rumahnya, Sabtu (20/7/2024) pagi.
Karena saat itu Fatimah dengan kondisi kesulitan ekonomi tidak bisa berobat. Dinda anaknya hanya dirawat semampunya. Terlebih saat itu sang bapak, Santo katanya pergi meninggalkan Fatimah dan anaknya.
"Suami saya itu yang kedua, anak saya tiga. Anak pertama dan kedua beda bapak dengan Dinda, dari bapak pertama yang sudah meninggal. Nah saat baru lahir itu, bapaknya (Santo) katanya orang Situbondo apa Bondowoso itu, pergi. Saya bingung ditinggali anak tiga. Akhirnya merawat anak-anak semampu saya. Dibantu juga sama bapak dan ibu (kakek neneknya)," jelasnya.
Baca Juga: Anak-Anak Difabel Kota Jogja Dapat Biaya Sekolah 4 Juta Per Tahun, Ini Penjelasan dari Disdik
"Kemudian umur 3 tahun ketahuan (karena penyebabnya) step itu. Saat itu yang memberitahu ibu bidan (jika anaknya memiliki kondisi difabel)," sambungnya.
Kondisi difabel yang dialami anaknya, secara rinci Fatimah menjelaskan, posisi tangan sebelah kiri menekuk tidak bisa diluruskan, kedua mata juling, dan kedua kakinya panjang sebelah.
"Kemudian terpaksa anak-anak saya tinggal merantau, saat itu Dinda umur 3 tahun. Karena orang tua saya kan orang tidak punya (kondisi ekonomi sulit). Apalagi anak saya kan ada tiga. Mereka saya titipkan ke ibu (kakek dan neneknya). Jadi saya bertanggung jawab kepada keluarga," jelasnya.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan Adindasari. Anak bungsu Fatimah itu diketahui juga mengalami kondisi difabel keterbelakangan mental. Sehingga membutuhkan perawatan khusus.
"Kemudian saya pulang sekitar tahun 2018, karena disuruh orang tua. Katanya sudah nduk tidak usah kemana-mana, jauh dari orang tua, kepingin kumpul," kata Fatimah menirukan ucapan ibunya.
"Saya sejak itu pulang (tinggal di Jember). Apalagi juga ada cucu umur 3 tahun dari anak saya yang pertama. Sekarang yang merantau membantu ekonomi keluarga anak-anak saya. Yang pertama merantau ke Semarang ikut suaminya, anak kedua bersama saya di Jember. Kerja di perkebunan dekat rumah," sambungnya menjelaskan.
Dengan kondisi merawat cucu dan anaknya. Untuk merawat Dinda, Fatimah dibantu oleh adiknya Siti Qomariyah (30).
"Karena saat itu juga bibinya baru pulang dari merantau di Kalimantan. Alhamdulillah saya dibantu merawat Dinda," katanya.
Mengenai alasan Dinda tinggal di rumah peninggalan kakek neneknya. Fatimah menjelaskan, jika hal itu berlangsung sejak dua tahun belakangan.
"Jadi sekitar tahun 2022 rumah sana itu (TKP kebakaran) selesai pembangunannya. Yang membangun rumah bapak dan ibu saya (kakek neneknya Dinda). Sebelumnya tinggal jadi satu di rumah sini (tempat tinggal Fatimah)," ujarnya.
"Kemudian bapak meninggal, ibu sendirian. Ibu minta saya untuk merawat Dinda di rumahnya sendiri katanya kesepian. Udah nduk aku bawa Dinda ke sana (tirukan ucapan neneknya Dinda). Padahal saya juga menawarkan agar ibu dan Dinda tinggal dengan saya. Tapi karena takut rumahnya kosong tidak jadi," sambungnya.
Fatimah juga membenarkan kondisi Dinda yang suka ngamuk. Diketahui dari kondisi rumah yang ditinggali banyak yang rusak dan pecah.
Baca Juga: Momen Bahagia Warga Difabel dan Tukang Becak di Jogja Dapat Sembako dari Presiden Jokowi
"Makanya tinggal di rumah sana. Kondisi rumah banyak yang bolong (berlubang), kaca jendela pecah, juga temboknya berlubang. Itu ya karena Dinda saat ngamuk," ucapnya.
"Jadi agar ada rumah untuk dia tetap tenang, ditaruh sana. Tapi tetap dirawat, makannya pagi, siang, dan malam. Nah kalau malam setelah disuapin, ditidurkan ditinggal pulang. Saya, kakaknya nomor dua, atau bibinya juga kadang gantian jenguk. Jadi meskipun seorang diri, kami tetap merawat," sambungnya.
Sementara itu, tetangga korban Sunaryo juga ikut membenarkan korban Adindasari tinggal seorang diri di rumah.
"Untuk rumah yang tidak ada jendelanya, hanya tersisa tembok berlubang, juga kaca jendela pecah, itu memang di luar nalar kita (dijebol) pakai kepala," kata Sunaryo.
"Kita juga heran kok, apalagi tahu kalau pakai kepalanya (korban) sendiri. Bekas luka itu tidak ada," imbuhnya.
Korban juga dikenal difabel, menurutnya, selain karena kondisi keterbelakangan mental, juga kondisi kekurangan pada fisiknya.
"Korban itu disebut difabel, sebenarnya normal dengan seluruh bagian tubuh lengkap. Tapi memang susah jalan, bicara tidak bisa, makan sendiri juga tidak bisa," katanya.
"Untuk makan selalu disuapin, setiap hari dirawat sama keluarganya sewajarnya. Tapi memang tinggal di sini, karena ya itu suka ngamuk (difabel keterbelakangan mental). Sekarang yang merawat bibinya," tuntasnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung