Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) Master Parulian Tumagor dan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardana, membacakan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan dalam kasus korupsi minyak goreng.
Dalam pleidoinya, Master Parulian membantah tuntutan jaksa yang menyebutnya telah menyebabkan kelangkaan minyak goreng di Indonesia. Menurutnya, kelangkaan minyak goreng terjadi karena adanya kebijakan kontrol harga (price control), yakni penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat menetapkan HET yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Baca Juga: Cerita Terdakwa Dugaan Korupsi Klaim Upaya Perusahan Sawit Atasi Kelangkaan Minyak Goreng
"Jika jernih dan melepas egoisme, bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master secara daring yang disiarkan langsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, dikutip pada Rabu (28/12/2022).
Master menjelaskan, sebelum adanya kebijakan HET, minyak goreng masih ada di pasaran meski dijual dengan harga yang cukup tinggi mengikuti harga fluktuatif dunia. Akan tetapi, kata dia, semua produk minyak goreng hilang di pasaran pasca terbitnya aturan HET.
"Demikian juga setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," ujarnya.
Master menyebut, tidak ada lembaga negara yang bisa mengontrol distribusi minyak goreng seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina. Hal itu seperti disampaikan Rizal Mallarangeng saat bersaksi di persidangan beberapa waktu lalu.
"Negara tidak mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina, seperti yang disampaikan saksi Rizal Mallarangeng," imbuhnya.
Sementara itu, Indrasari Wisnu Wardana juga menepis tuntutan yang dilayangkan tim jaksa. Dalam pledoinya, Indrasari menyebut tuntutan yang disampaikan jaksa keliru dan tidak sesuai fakta-fakta terungkap di persidangan.
"Sebenarnya, saya berharap jaksa penuntut umum membuat surat tuntutan yang sesuai fakta persidangan secara lengkap bukan dikaburkan atau disembunyikan demi kebenaran dakwaan jaksa penuntut umum," kata Indrasari di ruang sidang.
Indrasari meminta agar jangan sampai ada upaya jaksa menyembunyikan fakta persidangan. Menurutnya, banyak fakta persidangan yang tidak dimasukkan ke dalam tuntutan tim jaksa.
"Karena pelanggaran terhadap fakta persidangan, bukan hanya sebagai pembunuhan karakter tetapi juga sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia," ujarnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Master, Juniver Girsang menyebut, tim jaksa sangat memaksakan agar mengembalikan pertanggung jawaban atas hilangnya migor curah dan kemasan sederhana di pasar kepada para terdakwa.
"Penuntut umum dengan nafsu berlebihan menuntut terdakwa Master Parulian Tumanggor, yang begitu banyak dikatakan sebagai komplotan mafia migor," kata Juniver di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Juniver juga menyinggung soal bukti yang tidak disita Kejagung. Sebab, bisa meruntuhkan fakta yang sebenarnya.
"Sebuah perkara yang diawali dari rumah saksi Indrasari Wisnu Wardana di Tangerang Selatan, yang diduga menerima uang yang ditempatkan dalam 5 kantong minyak goreng kemasan merek Sania, kelima kantong migor tersebut tidak pernah disita penyidik Kejagung, karena isinya memang minyak goreng," kata Juniver.
Sebelumnya, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Kejaksaan Agung. Master dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 12 tahun, dikurangi masa tahanan, dengan perintah terdkawa tetap ditahan di rumah tahanan," papar jaksa saat membacakan surat tuntutan, Kamis 22 Desember 2022.
Baca Juga: Mantan Dirjen Kemendag Beberkan Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng
Sementara itu, Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana dituntut hukuman pidana selama 7 tahun penjara. Jaksa juga menuntut Hakim PN Tipikor, Jakarta Pusat untuk menjatuhi Indrasari dengan hukuman denda sebesar Rp1 miliar.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: