Senin, 16 JUNI 2025 • 17:09 WIB

Limbah Medis Terbengkalai di Banyuwangi, PT Sagraha Diduga Langgar SOP

Author

Limbah medis PT Sagraha Satya Sawahita. (Humas DLH Banyuwangi)

INDOZONE.ID - Pengelolaan limbah medis di Kabupaten Banyuwangi menjadi perhatian serius setelah ditemukan tumpukan limbah berbahaya yang dibiarkan terbuka tanpa perlindungan memadai.

Investigasi tim media mengungkap fakta mencengangkan di lokasi milik PT Sagraha Satya Sawahita yang beralamat di Jalan Yos Sudarso No. 56, Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro.

Di lokasi tersebut, terlihat kantong-kantong limbah medis dari berbagai ukuran hanya ditutup menggunakan terpal seadanya. Limbah ini terpapar langsung sinar matahari dan hujan, tanpa sistem penyimpanan yang aman dan tertutup.

Baca juga: Ribuan Sandal Limbah Hotel Berbintang Menumpuk di Sungai Banyuwangi, Netizen Geram

Padahal, limbah medis tergolong sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang harus ditangani sesuai standar keselamatan lingkungan dan kesehatan.

Jenis limbah medis yang ditemukan memiliki potensi besar mencemari lingkungan karena mengandung patogen seperti bakteri, virus, serta mikroorganisme berbahaya lainnya.

Sementara limbah farmasi yang turut ditemukan mengandung zat kimia yang berbahaya apabila tidak dimusnahkan secara tepat.

Pengelolaan limbah B3 semestinya mencakup proses penyimpanan, pengangkutan, dan pemusnahan sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 7 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 6 Tahun 2021.

Lokasi tumpukan limbah ini diketahui dikelola oleh PT Sagraha Satya Sawahita, perusahaan resmi yang memiliki izin sebagai transporter dan pengumpul limbah B3.

Namun, Didik selaku penanggung jawab mengakui adanya tumpukan limbah tersebut dan menyebut bahwa keterlambatan pengangkutan dari pihak transporter di Semarang menjadi penyebab penumpukan.

“Kami memang transporter dan pengumpul limbah B3, dan semua legalitas kami lengkap. Lokasi ini digunakan sesuai izin, serta diawasi oleh GAKUM KLHK,” kata Didik.

Ia menambahkan bahwa pengiriman limbah mengalami penundaan. “Sekarang kami sedang menunggu proses loading kendaraan winbox besar.

Harusnya hari ini sudah dikirim, tapi dari pihak Semarang baru bisa Sabtu. Jadi ini tertahan sekitar seminggu,” jelasnya.

Guna mencegah kejadian serupa, Didik menyatakan bahwa mulai ke depan, pengangkutan akan dilakukan tiga kali dalam seminggu agar limbah tidak menumpuk terlalu lama.

Meskipun begitu, kondisi yang terlihat di lapangan sangat bertolak belakang dengan regulasi yang berlaku.

Dalam ketentuan disebutkan bahwa limbah medis tidak boleh dibiarkan di ruang terbuka apalagi bersentuhan langsung dengan tanah karena dapat mengkontaminasi lingkungan sekitar, terutama di musim hujan seperti saat ini.

“Penyimpanan limbah medis tanpa fasilitas yang sesuai bisa dikategorikan sebagai kelalaian serius. Bukan hanya melanggar prosedur, tapi juga membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat,” ujar Bang Yahya, seorang aktivis lingkungan di Banyuwangi.

Jika terbukti melanggar, perusahaan bisa dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 60 ayat (1) jo Pasal 104 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pelaku pencemaran lingkungan bisa dijatuhi hukuman penjara minimal tiga tahun hingga maksimal sepuluh tahun, serta denda Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.

Menanggapi kondisi ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyuwangi telah menurunkan tim ke lokasi guna melakukan pemeriksaan.

Rudianto, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian DLH Kabupaten Banyuwangi menyatakan bahwa meskipun perizinan pengelolaan limbah dikeluarkan oleh DLH Provinsi Jawa Timur, pihaknya tetap memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan melaporkan temuan lapangan.

“Kami telah mengirim tim ke lokasi perusahaan untuk melakukan kunjungan dan penyelidikan,” ujar Rudianto pada Jumat, 13 Juni 2025.

Ia menambahkan bahwa jika terbukti melanggar, perusahaan tersebut dapat dijerat sanksi pidana. Salah satunya karena tidak memiliki gudang penyimpanan tertutup yang sesuai dan hanya menutup limbah B3 dengan terpal.

Regulasi yang dilanggar tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menyangkut hak masyarakat untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah daerah bersama otoritas pusat diharapkan segera mengambil tindakan korektif guna menutup celah pengawasan yang terbukti ada dalam kasus ini.

“Ini bukan sekadar soal izin administratif. Kalau penanganan di lapangan tidak sesuai, maka artinya ada celah pengawasan yang harus segera ditutup. Jangan sampai masyarakat menjadi korban dari kelalaian industri,” tegas Bang Yahya.

Baca juga: Bahaya Kosmetik-Sabun yang Mencatut Brand Ternama, Polda Metro: Pakai Bahan Dasar Limbah!

Kasus ini memperkuat fakta bahwa pengelolaan limbah medis di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Pemerintah dan masyarakat perlu lebih waspada, karena limbah medis bukan sekadar sampah—melainkan ancaman nyata bagi kehidupan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Liputan, Humas DLH Banyuwangi