Kategori Berita
Media Network
Selasa, 03 JUNI 2025 • 17:10 WIB

Dosen Fisipol UGM Sebut Komika dan Kritiknya Bantu Tingkatkan Kesadaran Politik Masyarakat

 
INDOZONE.ID - Kebebasan berekspresi dapat disampaikan melalui medium apapun, termasuk media hiburan. Stand-up comedy menjadi salah satu pertunjukan yang dinilai unik.
 
Sebab, di samping adanya unsur hiburan, isi pertunjukan seringkali menampilkan sisi kritik dari komedian terhadap berbagai fenomena dan isu yang terjadi. 

Hal itu mengemuka lewat Diskusi Komunikasi Mahasiswa (Diskoma) #21 yang bertajuk “Panggung Komika, Panggung Kritik: Politik dalam Balutan Tawa”, belum lama ini secara daring.

Diskusi yang diselenggarakan Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, menghadirkan Komika Sandi Prastowo dan Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM Dr. Ardian Indro Yuwono. 

Ardian mengatakan, komedi saat ini telah menjadi bentuk bagian dari meningkatkan pendidikan demokrasi. Sebab, para komika bisa menjadi aktor komunikasi alternatif yang mampu mengisi celah-celah literasi politik masyarakat.

Dalam studi budaya populer, humor yang disampaikan oleh komika berfungsi menyampaikan pesan serius dengan pendekatan ringan.

“Isu-isu politik dan sosial bukanlah bahan yang mudah dipahami oleh sebagian masyarakat. Namun media hiburan berupa komedi sejatinya mengambil panggung untuk menerjemahkan isu tersebut ke dalam bahasa dan penyampaian yang dapat diterima oleh masyarakat,” kata Ardian.

Keberadaan komika bisa menjadi sarana untuk memperkuat kesadaran politik warga negara, terutama generasi muda yang sering jenuh dengan pendekatan politik konvensional. Meski demikian, ia juga mengingatkan, posisi komika sangat rentan terhadap kesalahpahaman.

BACA JUGA: Terungkap Seseorang Ganti Plat Mobil BMW Milik CPP Penabrak Mahasiswa UGM hingga Tewas, Siapa Dia?

“Materi komedi yang menyentuh isu sensitif dapat dengan mudah disalahartikan sebagai penghinaan, provokasi, atau pelanggaran norma sosial,” imbuh Ardian.

Sementara itu, Sandi Prastowo menceritakan pengalaman pribadinya sebagai komika, yang sering mengangkat isu-isu sosial politik. Menurutnya, stand up comedy adalah perwujudan dari 'stand up for what you believe', bukan hanya sekadar hiburan semata.

“Komedi sama halnya dengan seni, memberikan ruang ekspresi yang luas bagi seseorang untuk mengekspresikan keresahan masyarakat atas realitas sosial yang ada,” ujar Sandi.

Sandi menjelaskan, penyusunan materi komedi memerlukan riset dan pemahaman mendalam yang jelas untuk mampu mengubah kritik menjadi kemasan komedi.

“Cara membuat materi kritik dalam komedi dimulai dari riset berita, menggali keresahan pribadi, merumuskan sudut pandang. Lalu juga bisa menguji materi melalui panggung open mic,” ucapnya.

Tidak cukup sampai di situ, seorang komedian juga perlu memertimbangkan penggunaan diksi dalam menyampaikan materi dengan melihat sensitivitas audiens.

Ada banyak hal yang boleh dan tidak boleh dikatakan di depan penonton. Hal ini dimaksudkan agar tidak jatuh dalam provokasi atau pelanggaran etika.

BACA JUGA: Kata Pakar UGM Soal Ledakan Amunisi dan Pengamanan Kejaksaan

Sandi mengaku, selama menjadi komedian, ia sering menghadapi berbagai tantangan mengenai batasan antara pesan, moral, dan unsur komedi itu sendiri.

Beberapa di antaranya adalah risiko teguran akibat improvisasi spontan yang menyinggung pihak tertentu, penyebaran materi tanpa konteks melalui media sosial, dan respons negatif dari publik yang hanya menangkap kelucuan tanpa memahami substansi kritiknya.

“Apalagi di tengah maraknya penggunaan media sosial, komedi bisa menjadi sasaran empuk untuk menebar misinformasi,” pungkasnya. 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Keterangan Pers

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Dosen Fisipol UGM Sebut Komika dan Kritiknya Bantu Tingkatkan Kesadaran Politik Masyarakat

Link berhasil disalin!