Menurutnya, kliennya berusaha membantu untuk memecah sertifikat itu atas permintaan Mbah Tupon pada tahun 2021 yang mana itu Mbah Tupon mendatangi rumah pak Bibit. Sebab, Mbah Tupon tidak punya biaya untuk memecah sertifikat tanah untuk diberikan pada anak-anaknya.
"Dan itu sudah berhasil dan selesai. Tapi belum terpecah semua, karena terbentur peraturan. Kemudian dilakukan pemecahan tahap kedua,” ucap Aprilia Saparianto selaku kuasa hukum Bibit saat dihubungi via telepon, Rabu 30 April 2025.
Pada pemecahan tahap kedua, Aprilia menyatakan bahwa kliennya melimpahkannya ke notaris AR, dan selesai, dengan sertifikat terpecah menjadi tiga atau empat.
"Pertimbangan permohonan pemecahan kedua dilimpahkan ke notaris karena pada saat itu klien saya sebagai anggota dewan, secara teknis tidak membidangi masalah pertanahan sehingga ia menggunakan jasa notaris AR, melalui Triono. Itu pun atas sepengetahuan dan seizin Mbah Tupon. Termasuk, ketika penyerahan sertifikat ke Triono," bebernya.
Setelah itu, menurut Aprilia, Triono berhubungan langsung dengan Mbah Tupon untuk proses pemecahan sertifikatnya. Sedangkan Bibit memantau saja.
"Tapi pada waktu itu, Triono meminta bantuan lagi kepada orang lain yang juga bernama Triono (2), dan dia juga berhubungan langsung dengan Mbah Tupon, termasuk saat meminta tanda-tangan," katanya.
Beberapa tahun kemudian diketahui bahwa sertifikat tanah yang semestinya dilakukan pemecahan itu, ternyata sudah dibaliknama atas nama IF.
"Klien saya tidak mengetahui tentang pemindahtanganan sertifikat itu sampai kemudian dijadikan agunan bank dan berujung pada rencana pelelangan tanah keluarga Mbah Tupon," jelasnya.
Bibit Inisiatif Lapor ke Polisi
Oleh karenanya, Aprilia menyebut bahwa kliennya yang inisiatif agar keluarga Mbah Tupon lapor ke polisi. Namun pada akhirnya, Bibit yang merupakan politikus Partai Nasdem itu termasuk nama yang dilaporkan ke Polda DIY.
“Meski klien saya tercatut dilaporkan, tapi kami tetap mendorong Polda untuk segera bertindak tepat menangani dan mengungkap kasus ini. Sita barang buktinya supaya aman, tidak pindah tangan,” pintanya.
BACA JUGA Mbah Tupon, Korban Mafia Tanah di Bantul yang Dapat Perhatian Kementerian ATR/BPN untuk Selesaikan Masalahnya Sementara terkait pembayaran uang jual beli tanah yang dicicil, termasuk uang Rp 35 juta yang masih ada pada dirinya, Bibit mengungkapkan, itu atas permintaan dari Mbah Tupon.
“Uang Rp 35 juta itu bagian ketika proses sisa awal yang memang itu dicadangkan khusus untuk proses selanjutnya," ucap Bibit melalui sambungan telponnya.Menyangkut jual beli tanah itu, Bibit mengaku, awalnya ingin membantu Mbah Tupon yang tidak memiliki dana untuk memecah sertifikat tanah bagi anak-anaknya, sekaligus mewakafkan tanah untuk warga.
"Butuh biaya itu (pemecahan sertifikat), dia butuh dana sehingga memecahkan untuk dijual,” kata Bibit."Sejak awal saya juga bilang ke Mbah Tupon. Saya kalau harus bayar cash tidak bisa. (Mbah Tupon) nyuwon sak butuhe (akan diminta sesuai kebutuhan) termasuk membangun rumah. Sehingga tiap Sabtu, saya mengeluarkan uang untuk bayar tukang. Mbah Tupon enggak berkenan menerima cash, ngko ndak malah ndak karu-karuan,” terang Bibit.
BACA JUGA Bantu Mbah Tupon Korban Diduga Mafia Tanah, Warga Bangunjiwo Laporkan Kasus ke Polda DIY Terkait dugaan Triono sempat terjerat hukum, Bibit mengaku tidak tahu meski dirinya mengaku telah kenal lama dengan Triono (1).
"Saya tidak tahu soal itu," ucap Bibit.Saat ini, dalam perkara tersebut Polda DIY menerima ada lima orang terduga pelaku. Mereka adalah Triyono, Notaris AR, dan penerima sertifikat baru atas nama inisial IF, Bibit dan Triono.