Hal ini disampaikan langsung Kepala Kantor Wilayah BPN (Badan Pertanahan Nasional) DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta), Tri Harnanto, usai mengunjungi kediaman Mbah Tupon di RT 01 Ngentak tersebut, pada Senin (28/4/2025).
"Permasalahan kasus tanah Pak Tupon ini Kementerian juga intensif memperhatikan ini dan kami Kantor Pertanahan Bantul terutama juga sudah mengantisipasi hal-hal yang berkaitan dengan masalah Pak Tupon," ucapnya.
Sebagai langkah awal penyelesaiannya, kata dia, BPN DIY telah mengumpulkan sejumlah dokumen. Dari dokumen-dokumen tersebut menurutnya, ada beberapa yang masih perlu dikaji. Dalam mengkajinya itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Polda DIY.
"Dokumen-dokumen sudah ada di Kantor pertanahan dan sudah kita pelajari. Pada prinsipnya, kalau dari aspek pendaftaran tanahnya sudah benar, tetapi dari aspek-aspek yang lain memang perlu dilakukan uji. Misalnya ada pihak lain yang akan menguji , apakah keabsahan dari akta jual belinya dan itu memang karena sudah dilaporkan di Polda ya Polda yang akan membantu kami," ujarnya.
Langkah berikutnya, pada hari ini pihaknya juga telah meminta Mbah Tupon untuk mengajukan pemblokiran.
"Sebagai antisipasi, hari ini Pak Tupon juga sudah mengajukan blokir. Di sini, kami terus mengupayakan melakukan blokir internal, ini (bertujuan) untuk lebih amannya," jelas Tri.
Bantul Potensial Adanya Mafia Tanah
Terkait dugaan pemalsuan data dalam perkara ini, jelas Tri, kemungkinan sertifikat yang baru (nama yang baru/bukan Mbah Tupon) akan dicabut. Dalam pencabutan sertififkat tanah, menurut Tri ada prosedur yang harus dilakukan.
"Justru karena ada dugaan pemalsuan berati kan cacat secara administrasi. Intinya seperti itu, sehingga bisa dibatalkan. Tetapi nanti ada prosedurnya melalui dua tahap," tuturnya.
"Jadi, kalau nanti ada catatan administrasi bisa dibuktikan terhadap keputusan dari unsur pidananya berarti memang ada unsur-unsur ketidakbenaran terhadap data-data ataupun muatan-muatan tanda tangan di dalam akta," sambungnya.
Terhadap pemeriksaan pra-duga pemalsuan data, pihaknya menyerahkan kepada penyidik kepolisian.
"Karena ini kan sudah Ranah ke Polda jadi unsur-unsur pidananya yang bisa menentukan bahwa perbuatan lain hal itu benar atau tidak (pemalsuan)," jelasnya.
Disisi lain, berdasarkan data BPN DIY, ia menyebutkan, kasus mafia tanah ini juga pernah terjadi, salah satunya di lokasi yang sama tersebut.
"Saya di Bantul baru 6 bulan. Tapi sepertinya dari data kami di Bantul (sebelumnya) sudah pernah, yang mana dulu pernah ada di Bangunjiwo juga," ungkap Tri.
"Sehingga ini menjadi kehati-hatian kita semuanya, karena mafia tanah juga sudah mulai merebak di wilayah Jogja dan Bantul, terutama Bangunjiwo memang untuk kavling itu potensinya juga luar biasa," lanjutnya.