Ilustrasi Pemungutan Suara. (ANTARA FOTO/Rahmad).
Belakangan ini sedang muncul perdebatan soal sistem pemilu proporsional tertutup yang kembali diusulkan di Pemilu 2024 mendatang. Usulan ini semakin mencuat usai adanya uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mengenai sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Lalu apasih sih sebenarnya sistem proporsional tertutu di Pemilu?
Sebagaimana melansir dari wikipedia, sistem proporsional tertutup merupakan satu macam dari sistem perwakilan berimbang, di mana pemilih hanya dapat memilih partai poltik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat.
Artinya surat suara dalam sistem pemilu proporsional tertutup ini hanya memuat logo partai politik, tanpa rincian nama calon anggota legislatifnya. Untuk calon anggota legislatif ditentukan oleh partai politiknya bukan berdasarkan pemilihan dari pemilih.
Baca Juga: Mahfud MD Dukung Usulan PDIP soal Pileg Digelar Proporsional Tertutup
Dalam sistem daftar tertutup, masing-masing partai politik telah menentukan terlebih dahulu siapa yang akan memperoleh kursi yang dialokasikan kepada partai tersebut dalam pemilu.
Sehingga calon yang menempati urutan tertinggi dalam daftar ini cenderung selalu mendapat kursi di parlemen sedangkan calon yang diposisikan sangat rendah pada daftar tertutup tidak akan mendapatkan kursi.
Sistem ini berbeda dengan yang sudah dijalankan Indonesia dalam penyelenggaraan Pemilu lalu, di mana menggunakan proporsional terbuka.
Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengklaim mayoritas partai politik masih menginginkan sistem proporsionalitas terbuka.
Begitu juga masyarakat banyak yang mengharapkan agar pemilu 2024 tetap dilaksanakan dengan sistem yang sama dengan tiga kali pemilu sebelumnya.
Saleh berkata, pendapat-pendapat ini adalah aspirasi yang perlu didengar oleh para hakim konstitusi.
"Pemilu itu kan milik masyarakat. Pesertanya adalah juga anggota masyarakat yang tergabung dalam organisasi yang bernama partai politik. Sudah semestinya seluruh penyelenggaraannya sesuai dengan harapan mayoritas masyarakat," kata Saleh kepada Indozone, Selasa (3/1/2023).
Baca Juga: Amien Rais Maafkan Siapa pun jang Berusaha Jegal Partai Ummat Ikut Pemilu 2024
Di dalam sistem proporsional terbuka, partisipasi politik masyarakat dipastikan lebih luas. Mereka bisa terlibat dalam semua tahapan penyelenggaraan pemilu. Termasuk mendukung dan mencalonkan anggota masyarakat yang dinilai layak dan berkualitas.
Bahkan yang paling penting, mereka bisa menentukan secara langsung siapa calon anggota legislatif yang terbaik menurut mereka.
"Demokrasi itu intinya adalah partisipasi dan keterbukaan. Semakin tinggi partisipasi publik, semakin bagus kualitasnya. Sebaliknya, demokrasi akan mundur jika keterlibatan publik dipinggirkan. Apalagi, penentuan calon wakil rakyat dilakukan secara tertutup dan terkonsentrasi pada lingkup internal partai politik," tutur Saleh.
Penolakan juga disampaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ia menolak keras upaya pengembalian sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, karena dianggap sebagai sebuah kemunduran demokrasi.
“Kami Partai Demokrat menolak keras upaya untuk mengembalikan sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Ini memundurkan kualitas demokrasi, mengembalikan model kekuasaan sentralistik dan menafikkan kerja keras kader partai dalam membina konstituennya,” tegas AHY dalam siaran pers yang diterima Indozone.
Bagi AHY sistem yang sudah berjalan selama ini sistem proporsional terbuka ditujukan untuk modernisasi partai. Perihal masalah yang muncul dalam persoanal itu, maka perlu adanya perbaikan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
"Masalah-masalah yang muncul akibat penerapannya bisa dijawab dengan upaya perbaikan kolektif, tanpa harus menghancurkan langkah progresif yang sudah dijalankan selama ini,” tambahnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: