Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, meletus secara tiba-tiba pada Sabtu (4/12/2021). Jumlah korban meninggal dunia semakin hari terus bertambah.
Hingga Selasa (7/12/2021), korban meninggal tercatat 34 orang. Sehari sebelumnya, jumlahnya 15 orang. Artinya, pertambahan cukup signifikan, yakni 19 orang.
Tak cuma itu, 16 orang masih belum ditemukan.
Indozone berkesempatan berbicara langsung dengan Mufidun Al Amin, Sekretaris Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Lumajang.
Berikut hasil wawancara wartawan Indozone dengan Mufidun pada Senin malam (6/12/2021).
Mufidun menyampaikan, sejak erupsi pertama hari Sabtu, erupsi susulan tak berhenti sampai Senin malam, membuat jumlah pengungsi terus bertambah.
Seperti di Balai Desa Penanggal, yang jumlahnya sudah mencapai 470 warga dari dua dusun, yakni Dusun Curah Kobokan (Desa Supiturang) dan Dusun Kajar Kuning (Desa Sumberwuluh).
"Awalnya orang ada yang tidak mau mengungsi akhirnya mengungsi. Tapi karena gemuruh, warga akhirnya semakin bertambah yang mengungsi," ujar Mufidun.
Menurut Mufidun, dusun yang terdampak paling parah adalah Dusun Curah Kobokan di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo. Semua bangunan dan rumah warga di sana hancur diterjang awan panas Semeru.
"Warga tidak menyangka. Awalnya berpikir itu hanya banjir biasa, karena selama ini, masyarakat kalau ada getaran dan gemuruh itu sudah biasa," ujarnya.
Tak cuma itu, masih banyak warga yang kemungkinan besar terjebak di reruntuhan rumah mereka yang hancur.
"Dimungkinkan banyak sekali yang masih terjebak di dalam rumah, belum bisa dievakuasi," ujarnya.
Di pengungsian, warga sejauh ini mendapatkan bantuan logistik yang sangat mencukupi. Selimut, bantal, makanan, semua terpenuhi dengan baik.
"Alhamdulillah, kepedulian dari para donatur luar biasa. Bantuan melimpah ruah baik dari luar kota, luar provinsi juga. Dari Jawa Barat, Jawa Tengah," kata Mufidun.
Akan tetapi, betapapun bantuan memadai, tinggal di pengungsian dalam suasana duka dan diselimuti ancaman yang mungkin akan menyusul, tetap tak lebih baik dibanding tinggal di rumah sendiri.
Melalui foto-foto dan video yang dikirimkan Mufidun kepada Indozone, terlihat jelas nestapa pada wajah-wajah warga yang tinggal di pengungsian. Wajah mereka terlihat lelah menanggung kesedihan.
Mereka tidur 'bersusun kembung'. Tidur susun kembung adalah tidur berbaris layaknya susunan ikan kembung rebus yang banyak dijual di Sumatera.
Di antara mereka, tak sedikit pula anak-anak dan lansia.
"Ada trauma healing buat anak-anak sehingga mereka merasa senang ketika mereka di wilayah pengungsian. Lansia juga ada, sekitar 15-20 di Balai Desa Penanggal," kata Mufidun.
Semoga badai lekas berlalu.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: