Meletusnya Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang yang tanpa tanda-tanda atau peringatan pada Sabtu (4/12/2021) meninggalkan banyak kisah memilukan.
Hingga hari Senin (6/12/2021), 15 orang dilaporkan meninggal dunia, 27 orang hilang dan belum ditemukan, 69 orang luka-luka, dan ribuan orang terpaksa mengungsi.
Dua dari korban meninggal dunia diketahui adalah seorang ibu dan anaknya, yakni Salamah (70 tahun) dan Rumini (28 tahun).
Yang bikin menyayat hati, ibu dan anak itu ditemukan meninggal dalam keadaan berpelukan di rumah mereka di Desa Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Saat ditemukan, rumah mereka telah roboh akibat jilatan awan panas.
Menurut warga setempat, saat awan panas menyapu desa mereka, Salamah diduga tidak kuat untuk berlari. Sementara Rumini, tidak tega meninggalkan ibunya sendirian.
Sebagai bukti cintanya pada ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya, Rumini memilih untuk mati bersama ibunya ketimbang menyelamatkan diri seorang diri--tindakan yang sejatinya bisa saja ia lakukan jika ia menuruti egonya.
Di rumah itu, selain Rumini dan Salamah, juga ada suami Salamah (ayah Rumini) dan anaknya Salamah yang lain (adik Rumini). Berbeda nasib dari Salamah dan Rumini, suami Salamah dan adik Rumini selamat dengan kondisi luka-luka.
Selain keluarga Salamah dan Rumini, air mata juga menetes dari ratusan bahkan ribuan warga lain di sekitaran Gunung Semeru, terutama di wilayah Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo dan di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro.
Mereka yang hidup dan selamat dari maut, tidak berarti lebih beruntung dari mereka yang tewas. Mereka kehilangan barang-barang berharga mereka dan mereka terpaksa hidup di pengungsian.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang, sejauh ini 2.970 rumah terdampak awan panas Gunung Semeru.
"Selain itu, 13 fasilitas umum berupa jembatan, sarana pendidikan, dan tempat ibadah juga mengalami kerusakan," kata Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Logistik BPBD Lumajang, Wawan Hadi Siswoyo di Lumajang.
Dikutip dari Antara, di Kecamatan Pronojiwo, tercatat jumlah pengungsi sebanyak 305 orang. Mereka mengungsi di masjid, bangunan sekolah, kantor desa, dan tempat-tempat yang dianggap aman.
Mereka tersebar di SDN Supiturang 04, Masjid Baitul Jadid, SDN Oro Oro Ombo 3, SDN Oro Oro Ombo 2, Masjid Pemukiman Dusun Kampung Renteng, Balai Desa Oro Oro Ombo, Balai Desa Sumberurip, dan SDN Sumberurip.
Sebagian dari mereka memilih mengungsi di rumah saudara mereka di sekitar ketinggian Dusun Kampung Renteng dan Dusun Sumberbulus.
Sementara itu, di Kecamatan Candipuro, tercatat jumlah pengungsi sebanyak 409 orang yang tersebar di Balai Desa Sumberwuluh, Balai Desa Penanggal, Balai Desa Sumbermujur, Dusun Kampung renteng dan Dusun Kajarkuning di Desa Sumberwuluh, dan di Kantor Camat Candipuro.
Di Kecamatan Pasirian juga terdapat pengungsi sebanyak 188 orang yang tersebar di Balai Desa Condro, Balai Desa Pasirian, Masjid Baiturahman, dan Masjid Nurul Huda.
"Dapur Umum sudah berdiri di Balai Desa Penanggal yang dikomandoi oleh PMI dan di Balai Desa Sumberwuluh oleh Tagana Dinsos, di Kecamatan Pronojiwo (Oro Oro Ombo dan Supiturang)," kata Wawan.
Pada hari Minggu, sekitar pukul 10.09 WIB terekam getaran banjir amplitudo maksimal 37 mm, dan pada pukul 10.40 WIB terekam getaran banjir amplitudo maksimal 20 mm pada seismograf Pos Pantau Gunung Semeru di Gunung Sawur.
"Kegiatan difokuskan pada evakuasi korban dan sub Posko bantuan juga pengungsi. Pencarian dan evakuasi korban dampak awan panas guguran menggunakan alat berat/emulator di Kebondeli Selatan," ujarnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: