Kolase foto Denny Siregar dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. (ist)
Terpidana kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang dalam kasus hak tagih (cassie) Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari hingga saat ini belum juga dieksekusi ke dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) usai divonis di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Hingga saat ini, mantan jaksa itu masih ditahan di Rutan Kejaksaan Agung.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Riono Budi Santoso mengaku, belum dieksekusinya Pinangki dikarenakan pihaknya tengah sibuk saat ini.
Menanggapi hal ini, pegiat media sosial Denny Siregar menilai Pinangki bak punya kartu truf sehingga mendapat keistimewaan dari kejaksaan.
"Pinangki ini kayaknya punya kartu truf sehingga di istimewakan sama Kejaksaan," kata Denny melalui cuitan di Twitter, Minggu (1/8/2021).
Denny pun menyolek akun Kejaksaan RI terkait masalah ini. Ia bilang, bagaimana bisa masyarakat percaya pada kejaksaan bila kasus ini dibiarkan seperti ini.
"Halo @KejaksaanRI bagaimana kami bisa percaya kalian bersih, kalau masalah Pinangki aja kalian sulit memberi kepercayaan ada kami ? Jangan harap sapu kotor bisa membersihkan halaman rumah," katanya.
Sebelumnya, Pinangki juga beroleh "keistimewaan" dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, yang menyunat hukumannya dari semula 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara.
Menurut hakim, potongan hukuman itu didasarkan pada fakta bahwa Pinangki mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa.
"Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik," demikian isi putusan tersebut seperti dilansir laman putusan Mahkamah Agung pada Senin (14/6/2021).
Alasan yang kedua, yakni karena Pinangki adalah seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun), sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Pertimbangan lain adalah Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
"Bahwa perbuatan terdakwa tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini. Bahwa tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat," tambah hakim.
Sebelumnya JPU Kejaksaan Agung menuntut Pinangki divonis selama empat tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun majelis hakim Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 8 Februari 2021 menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Pinangki Sirna Malasari karena terbukti menerima suap 500 ribu dolar AS, melakukan pencucian uang, dan permufakatan jahat terkait perkara Djoko Tjandra.
Dalam perkara ini, Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu pertama terbukti menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS dari terpidana kasus "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra.
Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana dua tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No. 12 tertanggal 11 Juni 2009.
Pinangki ikut menyusun "action plan" berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial "BR" yaitu Burhanuddin sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan "HA" yaitu Hatta Ali selaku pejabat di MA dengan biaya 10 juta dolar AS namun baru diberikan 500 ribu dolar AS sebagai uang muka.
Perbuatan kedua, Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS atau setara Rp5.253.905.036.
Uang tersebut adalah bagian dari uang suap yang diberikan Djoko Tjandra. Bentuk pencucian uang antara lain dengan membeli mobil BMW X5 warna biru, pembayaran sewa apartemen di Amerika Serikat, pembayaran dokter kecantikan di AS, pembayaran dokter "home care", pembayaran sewa apartemen, dan pembayaran kartu kredit.
Perbuatan ketiga adalah Pinangki melakukan permufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra untuk menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk menggagalkan eksekusi Djoko Tjandra yang tertuang dalam "action plan".
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: