Para pekerja menggunakan masker di Singapura, 12 Mei 2021. (REUTERS/Dawn Chua)
Singapura dan Taiwan sempat dipuji sebagai dua negara yang sukses menangani pandemi Covid-19 di masing-masing wilayahnya. Sejak awal tahun ini, kasus Covid-19 di negara itu bisa dihitung dengan jari.
Tetapi pada Mei 2021, Singapura dan Taiwan sama-sama mengalami lonjakan kasus yang agresif. Tercatat 248 kasus baru di Singapura pekan lalu, sementara Taiwan mencatat 1.200 kasus infeksi lokal.
Dilansir dari BBC, inilah beberapa penyebab kasus Covid-19 di Taiwan dan Singapura meningkat lagi.
Saat virus corona mulai muncul, Taiwan adalah salah satu negara pertama yang melarang kunjungan orang asing. Pemerintah memberlakukan pembatasan ketat di perbatasan. Namun negara tersebut cepat puas diri.
Menurut Associate Professor Lin Hsien-ho dari National Taiwan University, sejumlah rumah sakit menghentikan tes Covid-19 bagi warga, bahkan bagi mereka yang mengalami gejala Covid-19 seperti demam. Menurut publikasi online Our World in Data, Taiwan hanya melakukan 0,57 tes virus per 1.000 orang pada pertengahan Februari.
"Ada asumsi umum, bahkan bagi orang yang menunjukkan gejala, tidak mungkin terpapar Covid-19. Dokter-dokter tidak menganggapnya serius, rumah sakit tidak waspada, mereka tidak melakukan banyak pelacakan kontak. Jelas ada rasa puas diri," kata Dr. Lin dikutip dari BBC.
Ledakan klaster baru muncul dengan kehadiran pilot-pilot China Airlines yang pernah menginap di Novotel di dekat Bandara Taoyuan. Kebijakan pelonggaran karantina bagi para pilot yang belum divaksinasi yang semula 14 hari berubah menjadi lima hari dan berubah lagi menjadi tiga hari membuat Covid-19 menular dan menyebar.
Singapura masih melakukan pembatasan di masa pandemi ini. Tetapi Bandara Changi menjadi tempat penyebaran klaster baru terjadi. Pihak berwenang menemukan bahwa sejumlah staf bandara terinfeksi Covid-19 setelah menerima pelancong dari negara-negara berisiko tinggi, termasuk di Asia Selatan.
Mereka kemudian melanjutkan aktivitas dengan makan di food court bandara sehingga virus menyebar ke lebih banyak orang. Saat diteliti, mereka tertular varian Covid-19 B1617 yang berasal dari India.
Seorang ahli, Dekan NUS School of Public Health, Prof. Teo Yik Ying mengatakan varian baru memang tidak bisa terhindarkan. Tidak seperti Tiongkok yang dapat menutup perbatasan sepenuhnya, Prof. Teo mengatakan reputasi Singapura sebagai negara, ekonomi, dan sebagai pusat perdagangan.
BACA JUGA: Oknum Dokter di Medan Jual Vaksin Sinovac Secara Ilegal ke 1.085 Orang Seharga Rp250 Ribu
Taiwan dan Singapura sama-sama dinilai lamban dalam hal memberikan vaksin Covid-19. Taiwan kesulitan mendapatkan vaksin dari luar negeri, sehingga mereka tengah mengembangkan dua vaksin lokal yang baru akan tersedia paling cepat akhir Juli mendatang. Saat ini Taiwan hanya menerima 300.000 vaksin untuk populasinya yang mencapai 24 juta.
Sementara di Singapura, sekitar 30 persen warganya telah menerima setidaknya satu dosis vaksin. Tetapi pasokan vaksin di Singapura terbatas.
"Pada akhirnya kami dibatasi oleh pasokan. Di negara-negara seperti Inggris, AS, Tiongkok, mereka memiliki kemampuan untuk memproduksi vaksin sendiri. Kami mengantisipasi bahwa kebutuhan vaksin akan menjadi faktor jangka panjang, itulah mengapa kami saat ini melangkah untuk meningkatkan kemampuan manufaktur kami sendiri. Kemudian kami tidak akan lagi bergantung," tandas Prof. Teo.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: