Ferdinand Hutahean. / istimewa
Mantan politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahean mengaku heran dengan sikap rekan politisnya yang pernah menjabat sebagai wakil ketua DPR RI, Fadli Zon yang kerap membela organisasi masyarakat seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) padahal sudah menjadi organisasi terlarang.
Melalui akun twitternya, @FerdinandHaean3 dia menyebutkan padahal pemerintah sedang gencar merawat toleransi agar bangsa bisa tertib.
"Saya juga heran, radikalis dan ormasnya seperti FPI dan HTI jelas2 sudah dinyatakan terlarang oleh negara, tapi mengapa Fadli Zone sering membela mereka? Padahal kita punya Pancasila dan pemerintah sedang gencar merawat toleransi agar bangsa ini tertib.," kicaunya dalam lampiran berita tentang Fadli Zon tertanggal 29 Maret 2021 pukul 7.13 wib.
Para netizen beraksi atas postingan Ferdinand.
"Semua pelaku² intoleransi dan radikalisme adalah orang² cikal bakal teroris itu sendiri dan merupakan pendukung senyap yang menyetujui semua aksi terorisme itu... meskipun di mulut mereka menyatakan mengutuk.
Lain di mulut lain di hati. " tulis akun @lejef.
"Anggaran pemberantasan terorisme besar tp hanya menyasar pion2 yg cukup dg nasbung. Master mind nya telah menyusup di lembaga2 negara & aktif di medsos tetap bebas berkeliaran.," tulis akun @toServetoGive.
"Klo bicara anggaran besar bukan jadi patokan dong bang @fadlizon terorisme akan nihil, bibit nya msh byk krn didoktrin trs, @DKIJakarta anggaran besar bangett tp apakah sudah baik??macet dan banjir masih, warga miskinnya jg msh byk," tulis akun @sam-mulyawan.
Saya juga heran, radikalis dan ormasnya seperti FPI dan HTI jelas2 sudah dinyatakan terlarang oleh negara, tapi mengapa Fadli Zone sering membela mereka? Padahal kita punya Pancasila dan pemerintah sedang gencar merawat toleransi agar bangsa ini tertib.
— Ferdinand Hutahaean (@FerdinandHaean3) March 29, 2021
https://t.co/9yiquPwohN
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: