Para pengunjuk rasa kembali ke jalan-jalan di ibu kota Myanmar Naypyidaw pada hari ini, Rabu (10/2/2021) untuk menentang kudeta yang menghentikan transisi tentatif menuju demokrasi di bawah pimpinan terpilih Aung San Suu Kyi.
Amerika Serikat dan PBB mengutuk penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa, yang menuntut pembalikan kudeta dan pembebasan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan aktivisnya yang ditahan.
"Kami tidak bisa tinggal diam," kata pemimpin pemuda Esther Ze Naw kepada Reuters. "Jika ada pertumpahan darah selama protes damai kami, makan akan ada lebih banyak lagi darah jika kami membiarkan mereka mengambil alih negara."
Dikutip dari Reuters, seorang dokter mengatakan seorang pengunjuk rasa terluka akibat luka tembak di kepala pada protes hari Selasa (9/2), sementara tiga orang lainnya sedang dirawat karena luka akibat peluru karet.
Selain itu, 7Day News pada akun Twitternya juga melaporkan bahwa seorang wanita berusia 19 tahun ditembak polisi di Naypyidaw dan sedang menjalani operasi darurat di rumah sakit utama kota.
Para pengunjuk rasa di lokasi lainnya seperti Mandalay dan kota-kota lain juga luka-luka.
Di sisi lain, media pemerintah mengatakan bahwa banyak pihak kepolisian yang mengalami cedera karena lemparan batu dari pengunjuk rasa.
Departemen Luar negeri AS mengatakan sedang meninjau bantuan kepada Myanmar untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta menghadapi "konsekuensi yang signifikan."
PBB telah mengeluarkan permintaan kepada pasukan keamanan Myanmar untuk menghormati rakyat yang melakukan protes secara damai.
"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima," kata Ola Almgren, perwakilan PBB di Myanmar.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mencatat hampir 60 orang ditangkap di berbagai bagian negara Myanmar pada hari Selasa (9/2/2021).
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: