Kolase foto anggota DPR tidur saat rapat. (Instagram/@devina_jasmine_wijaya)
Dalam beberapa jam terakhir semenjak Omnibus Law RUU Cipta Kerja disahkan, gelombang kemarahan terhadap pemerintah, terutama DPR RI, terus meninggi.
Di media sosial, berseliweran makian, sindirian, protes, dan sebagainya, yang dialamatkan kepada DPR. Ada yang mengkritik sesuai kesalahan, dan tak sedikit pula yang mengejek secara ad hominem.
Sebuah akun Instagram yang memiliki pengikut 30 ribuan, membagikan kolase foto-foto anggota DPR RI sedang tidur dan mengantuk saat rapat.
"Saya lebih suka lihat kalian tidur saat tugas.. Karna jika kalian kerja.. Smua nya amburadul," tulis akun @devina_jasmine_wijaya, akun yang membagikan kolase foto tersebut.
Unggahan akun tersebut pun menuai kata setuju dari netizen yang lain.
"Kalo merekaa kerjaaa,ngawur semuaa yg adaa ,mending tidur aja kalo bisa selamanya," timpal akun @tria_house.
"Tidur d bayar ko ,sekali nya bangun memancing keributan," kata akun yang lain.
Dalam draft RUU yang diserahkan pemerintah (eksekutif) kepada DPR (legislatif), setidaknya terdapat sejumlah pasal yang bermasalah, yang kemudian menjadi sebab aturan ini ramai ditolak.
Sejumlah pasal yang bermasalah itu menyangkut perihal UU Ketenagakerjaan, Lingkungan Hidup, UU Pers, dan Pendidikan.
Indozone.id merangkumkan pasal yang bermasalah tentang Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.
Dalam Pasal 77A RUU Cipta Kerja, batas waktu maksimal untuk pekerja kontrak dan aturan yang mewajibkan sistem pengangkatan otomatis bagi pekerja kontrak sementara menjadi status pegawai tetap, akan dihapuskan.
Selain itu, dalam pasal ini juga disebutkan bahwa pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu.
Dalam Pasal 88C, aturan mengenai upah minimum kota/kabupaten (UMK), yang selama ini merupakan dasar upah minimum pekerja yang harus dibayarkan pengusaha, juga dihapus.
Tak ayal, penghapusan aturan mengenai UMK ini memicu kekhawatiran para pekerja, yang mana pengusaha akan semena-mena menetapkan upah di setiap daerah, tanpa memedulikan komponen biaya hidup di daerah yang bersangkutan.
Selain itu, di dalam Pasal 88D, tingkat inflasi juga tidak menjadi pertimbangan di dalam penetapan UMK.
Pasal 91 dalam UU Ketenagakerjaan, yang memuat kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerja dengan gaji yang sesuai dengan standar upah minimum dalam peraturan perundang-undangan, juga dihapus.
Pasal ini menyatakan bahwa cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan dihapus (huruf a).
Selain itu, pasal ini juga menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anak, isteri melahirkan/keguguran kandungan, hingga cuti/izin kalau ada anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b).
Tak sampai di situ, cuti-cuti lainnya seperti menjalankan kewajiban terhadap negara (huruf c); menjalankan ibadah yang diperintahkan agama (huruf d); melaksanakan tugas berserikat sesuai persetujuan pengusaha (huruf g); dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan (huruf h), juga dihapus.
RUU Cipta Kerja selengkapnya dapat dibaca melalui tautan ini. (PDF ).
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: